Startyour review of Khadijah: Ketika Rahasia Mim Tersingkap. “Ya Rasulullah, Khadijah datang,” kata malaikat itu. Rasulullah menjawabnya dengan mengatakan bahwa Khadijah selalu berada di sisinya. “Ia berada di belakangmu, di balik batu itu. Ketika ia datang menghampirimu, sampaikan salam dari Allah dan dariku padanya. Memilahdan Memilih Takdir, Yuk Kita Ubah Takdir, Takdir-Qadla-Qadar Yang Penuh Tanda Tanya, Adakah manusia Ditakdirkan Masuk Neraka, Mampukah Manusia Mengubah Takdir, dan tentu saja juga Takdir dan Kehendak Bebas. Semua term saya memang usahakan sebagai bagian dari memahami ayat-ayat Allah. Tetapibanyak ulama yang berpendapat beda dalam mengartikan makna dari ‘Arsy ini, apakah ‘Arsy itu berwujud fisik atau nonfisik. ETIMOLOGI Arsy adalah bentuk mashdar dari kata kerja ‘arasya – ya‘risyu – ‘arsyan (عَرَشَ يَعْرِشُ عَرْشًا) yang berarti bangunan, singgasana, istana atau tahta. Di dalam Al-Quran, kata ‘Arsy itu disebut sebanyak 33 kali. HIMMAH ELOK FA’IQOTUL (2019) PENGEMBANGAN E-MODUL MENGGUNAKAN FLIP PDF PROFESSIONAL PADA MATERI SUHU DAN KALOR. Undergraduate thesis, UIN Raden Intan Lampung. HIZRI, MARYADI (2019) MANAJEMEN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI MIN 10 KEDAMAIAN BANDAR LAMPUNG. Undergraduate thesis, UIN Raden Intan Lampung. Aranjeunteh pagawe di pakebonan jeung kudu gawe di sawah anu dipercayakeun ka aranjeun, sabab nyaho yen di kebon anggur teh ngan aya hiji Gusti jeung Guru. (cf. Yoh 15:1-13). Umat Raja jeung Gusti urang Yesus Kristus disebut pikeun ngajaga katengtreman pribadi sarta nepikeun ka dulur-dulurna. Jalma anu teu boga katengtreman batin teu boga Tentu setiap kesalahan akan berdampak buruk tidak hanya bagi kita namun juga orang. Doa haji mabrur, doa haji mabrur dan artinya, doa haji mabrur lengkap, doa haji mabrur pdf, doa haji mabrur png, doa haji mabrur tulisan arab, doa mendapat haji yang mabrur, doa mohon haji mabrur, Doa agar cepat naik haji atau umroh, cepat ke tanah suci. Maryam- Bunda Suci Sang Nabi - ii. Pengnar Penerbt Siapa tidak mengenal Maryam? Dialah wanita yang dianugerahi berbagai kelebihan oleh Allah . Kesabaran dan novel ini, kita akan melihat bagaimana sosok Maryam Sang Bunda Suci ini yang begitu sabar dan kokoh menerima segala macam ujian yang mungkin belum pernah diterima manusia, Bacajuga: Keutamaan Maryam binti Imran, Perempuan Suci yang Dijamin Surga. 3. Tidak menyembah berhala. Dikutip dari AboutIslam, Khadijah diceritakan tidak ikut menyembah berhala Suku Quraisy. Hal Dansabda Rasulullah SAW : “Aku tinggalkan 2 perkara yang dengannya kamu tidak akan tersesat : Kitab Allah dan sunnahku”. kemudian sebagai Bunda Maria, -Margasuci Rahayu Prono Pati 61-Perguruan Kebatinan Budi Luhur, 62- Budi Mulyo, 63-Sumarah, 64- Wismo Broto Pandowo, 65-Suci Rahayu, 66-Ilmu Ma'rifat, 67-Ilmu Sejati, 68- Bahai KisahPara Nabi dan Rasul Konsep Pendidikan Anak Salih dalam Perspektif Islam Tayammum dan Salat di Pesawat Zakat, Infak, Shodaqoh, Wakaf, dan Hibah (Ziswah) (Solusi dalam Mengatasi Masalah Kemiskinan di Indonesia) Tips Praktis Memilih Hewan Qurban Tuntunan Tahsin al-Qur’an Akhlak Keagamaan Kelas XI VQnRse. Author Richard Fletcher Publisher Pustaka Alvabet Format PDF, ePub Release 2009-03-02 Language id More -> Mereka menghormati orangtua dan juga para nabi serta rasul yang disebutkan dalam Perjanjian Lama - Ibrahim , Ishak , Ya'kub , Musa , Ilyasa ' , Daud , dan Sulaiman . Mereka memuliakan Maryam Bunda Maria . sang perawan suci ... Author Lesley Hazleton Publisher IRCISOD Format PDF, paper Release Language id More -> ... 200, 242, 243, 245, 287, 295, 315, 319 Samaria, 26, 55,84, 102, 104, 280 Sang Bunda Ilahi Hochma, 314 Sang Dewi Hikmah, 307 Sang Nabi Perempuan, 302 Sang Perawan Agung, 160, 186, 302 Sang Perawan Suci, 226 367 Panggil Aku Maryam. Author Herlinda Novita Rahayu, Publisher Gramedia Pustaka Utama Format PDF Release 2013-03-14 Language id More -> tanya Maryam. “Aku adalah Jibril utusan Allah,” jawab Jibril. “Wahai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilihmu, ... Maryam mendengarkan kata-kata Jibril dengan saksama. ... Sang bunda suci itu bersandar ke sebuah pohon kurma. Author Publisher Penerbit Buku Kompas Format PDF, ePub, paper Release 2009 Language id More -> Umat Islam pun diperintahkan meyakini dan menghargai seluruh para nabi plus kitab suci yang dibawanya . ... berhala dan patung , dia menemukan gambar Bunda Maria Sang Perawan dan Isa al - Masih Sang Anak di dalam Ka`bah . Author Komisi Komunikasi Sosial - Keuskupan Agung Medan Komsos KAM Publisher Komisi Komunikasi Sosial - Keuskupan Agung Medan Format PDF, ePub, Mobi Release Language id More -> Kisah kehidupan Maryam pasca kelahiran 'Isa juga tidak lagi dimuat al-Qur'an. Dari keseluruhan kisah Maryam dalam al-Qur'an, kita melihat bahwa Allah memilih Maryam dan menyucikannya untuk melahirkan seorang nabi suci. Author Marah Rusli Publisher Lontar Format PDF Release 2009 Language en More -> Siti Nurbaya by Marah Rusli is a classic novel that remains poignant even today. When it was first published, the novel made great impact on the region which was then known as the Dutch East Indies. Author Pemenang Lomba Menulis Cerpen STANIA FAIR 2011 Publisher Yudha Pradana Format PDF, ePub, paper Release 2016-10-22 Language en More -> Profile wusliwah gang wlengejarah Ibunda Hajar Istri Nabi Ibrahim 1B00 SM Apa yang akan kamu perbuat jika ditinggal di tempat bersuhu ... Terimakasih Bunda Hajar. ... Ibunda Maryam Sang Wanita Suci IM Ia mengandung seorang bayi. Author Denise Spellberg Publisher Vintage Format PDF, ePub Release 2014-07-01 Language en More -> In this original and illuminating book, Denise A. Spellberg reveals a little-known but crucial dimension of the story of American religious freedom—a drama in which Islam played a surprising role. Author Tim IIDN Jogja Publisher Gradien Mediatama Format PDF, ePub, Mobi Release 2015-06-01 Language id More -> Nabi Isa as Maryam yang suci mengandung kemudian melahirkan Isa. Memiliki anak tanpa suami, membuat masyarakat mencaci Bunda Maryam. Ketika semua orang mengejek, bayi Maryam pun berbicara. Sang Bayi mengatakan bahwa ia adalah hamba ... Author Muhammad Vandestra Publisher Blurb Format PDF, ePub, paper Release 2019-01-09 Language id More -> The story of Aminah Bint Wahab, mother of Prophet Muhammad SAW the last messenger and prophet of Allah SWT God based from Al-Hadist & Holy Quran in indonesia languange. Author Fathi Fauzi Abdul Mu'thi Publisher Format PDF, Mobi Release 2020-01-19 Language id More -> Maryam Sang Suci Perwujudan Kehendak Tuhan Isa adalah kalam Tuhan, Ruh-Nya yang mengejawantah di dunia. Author Ph. D. Robert a. Morey Publisher Xulon Press Format PDF, Mobi Release 2011-08 Language en More -> The Islamic Turks were poised to overrun Europe at The Battle of Vienna on September 11/12 of 1683, but were defeated. The Islamic Invasion As Mosques appear across the country people are asking-"What do I need to Know about Islam? Author Publisher Lentera Hati Group Format PDF, ePub, Mobi Release 2014-09-11 Language id More -> Karena Allah swt. menghendaki agar ia menjadi gadis yang suci dan terpilih di antara perempuan di seluruh alam. Dia menghendaki agar Maryam menjadi ibu dari ... Aku mencintai Bunda Maryam, lebih dari cintaku kepada Maryam sang perawan. Author Raimundo Panikkar Publisher Motilal Banarsidass Publishe Format PDF, paper Release 1998 Language en More -> The Cosmotheandric Experience is not a Christian, or an Indic, or a Buddhist study, but an interdisciplinary study with a firm foundation. Author Abd. Moqsith Ghazali Publisher Format PDF, ePub, paper Release 2009 Language id More -> Umat Islam pun diperintahkan meyakini dan menghargai para nabi plus kitab suci yang dibawanya . ... menghancurkan berhala dan patung , dia menemukan gambar Bunda Maria Sang Perawan dan Isa al- Masih Sang Anak di dalam Ka`bah . Novel by Sibel EraslanMaryam- Bunda Suci Sang Nabi - Kaysa - Bunda Suci Sang Nabi - Penulis Sibel Eraslan Penerjemah Aminahyu Fitri Penyunting Koeh Perancang sampul Zariyal Penata letak Riswan Widiarto Penerbit Kaysa Media, Puspa Swara Group Anggota IKAPI Redaksi Kaysa Media Perumahan Jatijajar Estate Blok D12/No. 1-2 Depok, Jawa Barat, 16451 Telp. 021 87743503, 87745418 Faks. 021 87743530 E-mail [email protected], [email protected] [email protected] Web dari Siret-I Meryem Cennet Kadinlarinin Sultani karya Sibel Eraslan Copyright c TİMAŞ Basım Ticaret Sanayi AŞ, 2013, İstanbul Türkiye Pemasaran Jl. Gunung Sahari III/7 Jakarta-10610 Telp. 021 4204402, 4255354 Faks. 021 4214821 Cetakan I-Jakarta, 2014 Buku ini dilindungi Undang-Undang Hak Cipta. Segala bentuk penggandaan,penerjemahan, atau reproduksi, baik melalui media cetak maupun elektronik harus seizin penerbit, kecuali untuk kutipan ilmiah. C/47/VII/14 Perpustakaan Nasional RI Katalog Dalam Terbitan KDT Eraslan, Sibel Maryam/Sibel eraslan -Cet. 1—Jakarta Kaysa Media, 2014 viii + 464 hlm.; 20 cm ISBN 978-979-1479-76-9 Penerbt Siapa tidak mengenal Maryam? Dialah wanita yangdianugerahi berbagai kelebihan oleh Allah . Kesabaran danketeguhannya dalam melaksanakan perintah Allah  sudahsangat dikenal. Tak heran jika Maryam termasuk 4 wanitapenghuni surga. Novel yang ada di hadapan pembaca ini adalah seriterakhir dari serial 4 wanita penghuni surga karya wanitanovelis terkemuka asal Turki, Sibel Eraslan. Tiga novellainnya berkisah tentang Khadijah, Fatimah, dan Asiyahistri Firaun. Tiga seri ini telah mendapatkan apresiasi positifdari pembaca di seluruh Indonesia. Untuk itu, kami denganbangga mempersembahkan seri terakhir dari serial 4 wanitapenghuni surga ini. Meski di negara asalnya, Turki, novel Maryam tidakterbit terakhir, di sini kami sengaja menerbitkan kisah inisebagai terbitan pamungkas. Hal ini didasarkan pada alasanbahwa kisah Maryam dalam novel ini begitu luar biasa jikad kecintaan kepada perintah Allah pantas menjadi teladanbagi seluruh umat manusia yang hidup setelahnya. Dalam ini, kita akan melihat bagaimana sosok Maryam SangBunda Suci ini yang begitu sabar dan kokoh menerima segalamacam ujian yang mungkin belum pernah diterima manusia,baik dulu maupun yang akan datang. Bahkan, beliau telahmendapat ujian sejak dirinya baru dilahirkan. Inilah salahsatu alasan mengapa kisah tentang Bunda Maryam begitulayak dibaca dan direnungkan sebagai bahan pelajaran untukmenapaki kehidupan. Novel Maryam ini beralur flashback. Kehidupan Maryamdan putranya dikisahkan oleh tokoh iktif bernama dibuka dengan kisah yang menggambarkan kondisidan situasi yang terjadi saat peristiwa penyaliban NabiIsa. Merzangus yang menyaksikan peristiwa itu kemudianmengisahkan kehidupan Bunda Maryam dan Nabi Isa kepadaistri Pilatus, wali Romawi yang memimpin sidang kisah ini bermula. Selanjutnya, Merzangus berkisah tentang dirinya danpertemuannya dengan keluarga Maryam. Dia menyaksikankelahiran Maryam dan peristiwa yang terjadi pada diri Maryamsejak kecil. Merzangus juga mengetahui kelahiran Nabi Isa danmenjaga ibu-anak itu dari gangguan kaum yang berniat jahatkepada mereka. Kisah terus berlanjut hingga Nabi Isa dewasadan diangkat menjadi nabi. Intinya, Merzangus menjadi saksipenting atas seluruh peristiwa yang terjadi pada diri BundaMaryam dan Nabi Isa, sejak dari mula hingga akhir. Seperti 3 kisah sebelumnya, kekuatan novel ini terletakpada kemampuan pengarang meramu berbagai sumberpengisahannya menjadi “dongeng modern” tentang wanita-wanita hebat yang pernah ada dalam sejarah. Kita akan diajakoleh pengarang untuk “berkelana” pada ruang dan waktu jauh serta merenungkan dan membandingkan kembalisemuanya dengan kehidupan masa kini. Di sinilah keempatnovel ini menjadi penting untuk dibaca. Dalam konteks kekinian, tokoh-tokoh yang luar biasa inihadir bukan hanya sebagai simbol kebaikan, keluhuran, dankeagungan yang tidak bisa ditiru. Apa yang terjadi pada mereka,pada beberapa sisi, pasti juga dialami oleh manusia membedakan adalah sikap dan respons positif merekaterhadap semua kejadian yang menghampiri. Untuk itulahkita bisa belajar mengenai pengorbanan kepada Khadijah,keteguhan memegang akidah kepada Asiyah, keikhlasan dancinta kepada Fatimah az-Zahra, dan kesabaran kepada BundaMaryam. Salawat dan salam semoga tercurah kepada mereka, parawanita ahli surga dan ibunda orang-orang hangatPenerbit Kaysa Media vDafar IsiPengnar Penerbt - iii 9. Perjalnn Terkir aer - 88Pembka - 2 10. eika Marym Baru dalm Bera- 921. Cahaya eing Marym - 6 11. Hnna Mengndng- Tngn yng Slalu Terbka - 12 12. Susna Hti Imrn- 1103. Merangs Sng Dkn Bayi- 18 13. Susna Hti Hnna- 1144. Ksah Merangs- 29 14. elairn Marym - 1185. Pengembaran Merangs - 37 15. Pengsuh Marym - 1326. Para Pejaln Tiba di al-Quds - 61 16. Ibi Sraj, Sng Penklk Snga- 1377. Hnna, Istri Imrn - 65 17. Penerman yng Bak - 1518. Pereun di al-Quds - 78 18. Ksah irab - 154 vi19. Mlht Malakt- 184 29. Suara eiga - 25220. Lngt pn Bergerk- 201 30. Para Ali stronoi pn Dim - 25621. nugerah uar Bisa - 208 31. Marym Bernaar - Malakt Trn 32. Marym embai ke al-Quds- 268kpada Marym - 21523. Nabiyulah Yahya Lair - 227 33. Ksah Tiga Bayi yng Mmpu Bicara - 27224. Sift-Sift Yahya  - 229 34. Sift-Sift Isa  - 27625. Btng Bereor di Btleem - 232 35. ijrah ke Msr - 28626. Marym di Btleem- 237 36. eidupn di Msr- 30427. Caan Cta Sbang 37. Ksh Sayng Marym - 317Pohon urma - 244 38. Dalm Pengsngn - 32728. ithn Marym - 249vii39. Nabi Yahya  Waft - 332 48. Marym dn Buah Tn - 42340. eidupn di Nsara- 348 49. Pendkng Sejti Sng Putra- 42741. Bad-i Saba Berembs di Nsara - 350 50. Marym dn Seeor Kijng - 43442. Isa  Sng Nabi - 357 51. Marym dn Kam isin- 43743. Sahabt-Sahabt Marym- 366 52. Para Hawari dn Jmun al-Maidah- Ksah Seorng Ali Bahsa 53. Berpsah Slmnya - 449dengn Seorng Tkng Kapal- 387 Peutup - 46245. Marym dn Para WnaAli Srga - 39446. Menyberngi Dnau Jailah - 41247. Di Pnggr Sbuah olm - 418 Srah “Apa jadinya seorang yang mencintaimu?” Jariyah “Katakan kepadanya, Janganlah pernah merasa takut!’” Syah Sungguh betapa sulit menguak isi hati. Seperti menimbaair di sumur yang dalam, harus penuh kesabaran dan reladengan seberapa yang didapat. Padahal, tidak ada satu sumurpun dapat ditimba air kata-katanya yang pantas untuk SangKekasih. Sumur begitu pemalu, begitu menutup diri. Ialebih suka merahasiakan dirinya daripada seperti itulah adatnya. Sementara itu, air tak mungkin sama saat beradadalam wujud awan dengan saat berada di dalam lubuk hatisumur. Setiap air akan berasa seperti tanah tempat sumurmenyimpannya. Sama persis keadaannya dengan hatimu. Tak mungkinhatimu mampu menuturkan Sang Kekasih dengan hal ini sudah sejak awal engkau ketahui. Tentu saja, engkau tidak tahu bagaimana akan bertuturkata tentang wanita cantik itu, tentang Sang Kekasih, tentangseseorang yang bernama Maryam. dia adalah Maryam milikmu. Bukan Maryam yangturun dari langit... Namun, engkau dapat menerka-nerka sosok Maryamdengan mengusapkan tanganmu pada hamparan jalan yangsepanjang abad dilewati penuh dengan linangan air mata,dengan meraba pada hamparan bebatuan besar dan kecilyang menutupinya, dengan menyapu debu-debu jalanan yangmeninggalkan jejak tentang dirinya. Kemudian, engkau melewati jalan yang penuh membawakenangan itu dengan ribuan kali pertobatan. Oh tidak, tidakmungkin engkau akan melewatinya.... Tidak mungkin engkau dapat melewatinya... Tidak mungkin kekuatanmu cukup untukmelakukannya... Cakrawala pengetahuan tentang “hakikat sang kekasih”hanyalah yang berharga bagimu, meski tidak mungkintergapai sebagaimana tingginya langit, meski begitu membuaibagaikan dimabuk cinta yang tidak diketahui. Tidak pernahpula terukur ambang batasnya. Jika semua tentang dirinya menjadikan rasa ingin tahuyang begitu mengguncang, seluruh yang bercerita tentangdirinya telah membuat jari-jemari tanganmu sebuah hakikat, cerita penuh kebohongan dangosip yang paling tidak mungkin sekali pun telah memberimukekuatan untuk selalu mengejarnya. Dan aku pun berlari. Aku kumpulkan. Aku perhatikan. Dan aku menjadi urung kemudian. Sampai aku bangkit, untuk mengumpulkan kembali. kumpulkan. Dan aku kumpulkan. Aku siapkan. Namun kemudian, terlihat bahwa setiap pigura yangmembingkai kenangan tentang dirinya terasa seperti sebuahketidakadilan, aib, dan rasa tidak tahu diri. Aku pun terdiam. Hingga aku kembali tersentak dengan perasaan tidaksabar. Tidak sabar untuk segera menggoreskan tinta tentangsesosok Wanita Cantik itu. Hingga remuk diriku; tercerai berai. Kerdil diriku. Kerdil hingga mendekati lenyap akibat luapan cinta. Inilahyang untuk sekali lagi aku ketahui. Sampai ia pun mengajarikubertatakrama seperti seorang malang yang ditempa untukpengabdian. Mereka adalah orang-orang sebelum bertanya kepada Syah, “Apa jadinya seorang yangmencintaimu?” Mereka itu para pembantu dan budak Maryamyang menuliskan namanya pada bebatuan pegunungandemi mendapati sesosok dirinya pada setiap apa saja yangdilihatnya. Sementara itu, sebagian yang lain melukiskan sosokdirinya agar tidak pernah lupa dan meninggalkannya. Yanglain lagi mencoba melupakan guncangan cintanya denganmenuliskannya ke dalam bait-bait puisi, seperti seorang yangminum sampai mabuk tanpa bisa berbuat apa-apa. Setiap disebut nama “Maryam”, semua orang yangmencintainya, kita menyebutnya para penggilanya, tetapmeniti jalan sekehendak mereka sendiri. Sementara itu, diriku adalah orang baru. Karena itu, aku lewati jalan mereka semua satu per satutanpa pernah mengenal jemu. Aku kunjungi setiap mimbar kitab-kitab lama, cerita-cerita terdahulu, kisah-kisah penuh hikmah, Perjanjian Lama dan Baru, Mazmur,Alquran al-Karim, kasidah gubahan Daud , Suhuf Idris yang hilang berserakan, kitab-kitab tabir mimpi, zodiak,peta bintang, rintihan-rintihan para unta yang dengan sabarmenarik pasungnya, kisah yang terucap dari penuturan buahzaitun tentang dirinya, cerita ikona, lukisan-lukisan, sertagoresan-goresan karya kaligrai. Aku dengarkan semuanyatanpa sedikit pun menyela untuk berbicara. Kesemuanya adalah para pengembara, ibarat dua matabuta yang jatuh ke dalam cinta buta. Sampai selang beberapa lama aku dapati diriku seolahbersimpuh di depan tungku perapian mendengarkanpenuturan cerita sepasang suami istri. Siapakah diriku selain sebagai seorang tukang gosip? Pudar wajahku dalam bayangan cermin di pasar perhiasansaat mencari seorang Maryam… Ya… cinta ini telah membuatku tidak tahu malu. Hingga selang beberapa lama kemudian, saat aku lantunkansalawat ke haribaan baginda Muhammad , kudapati dirikusadarkan diri. Sungguh, ia telah menjadi pundak dan juga kainkafan bagiku. Telah menjadi satu kesatuan dalam kelahirandan juga kematian dalam pengembaraanku. Tak lebih daripekerjaan “merangkai” mengenang nama baginda Muhammadyang mulia. Tak lagi diriku memiliki cara yang lain sehingga akubergenggam erat kepadanya Allahumma shalli ala Sayyidina Muhammad wa ala aliSayyidina Muhammad… -o0o- Cahaya eing Marym Ia adalah kening sang kekasih, tertuang dalam bait setiappuisi, dalam goresan setiap lukisan, dalam setiap relief, daningatan... Sedemikianlah ia dimuliakan. Bagi orang Timur, gambar adalah pantangan. Takut kalaumenyinggung, memenjarakan kenangan dari sang kekasih.“Mencintai tanpa menyentuh,” demikian kata orang untukdirinya. Wajahnya telah mengajari kita melukis. Gambar sangkekasih bukanlah lukisan. Ia adalah “riwayat” bagi kita, kisahmulia. Karena itulah nama kita hanya sebatas disebut sebagai“ahli riwayat” dalam pembicaraan tentang cinta. Dan menurut riwayat pula, dibaca dengan mad panjang,saat menyinggung tentang keningnya. Bacaan panjang. Demikianlah kening Maryam. Ia harus seperti jauh dan terang kilau pancaran cahayayang tak disentuh, tak pernah disentuh tangan. Ia adalah sebuah rumah yang bersih bagaikan pun tak pernah terbang dari atasnya. Sebuahrumah yang terbuka luas untuk setiap anak yatim. Sebuahtitik koordinat ukhrawi yang menjulang tinggi ke langit. Letakpersimpangan jalan samawi. Demikianlah “terang keningnya”. adalah “tempat” yang telah dipilih untuk menuangkankalimat Allah . Ia adalah peluang. Kemungkinan. Dan Maryam adalah seorang terpilih. Terbebas dirinya dari semua ikatan duniawi, bersihsuci, zakiyyah, perawan. Ia adalah sosok sempurna, sampaikehidupan pun tak pernah bisa meninggalkan bercakkepadanya. Itu karena ia adalah orang yang rasa gentar pun sama sekali tak pernah bisamenyentuh, mendekatinya. Sempurna tanpa cacat. Licin, tanpa kotoran barang sebercak. Dan Maryam adalah seorang yang telah diberi isyarat. Yang telah dilukis dengan tinta Allah . Ia adalah sebuah garis, yang mempertemukan antara bumidan angkasa. Sebuah titik, tempat pertemuan antara malaikat danmanusia. Dan Maryam menunggu dengan penuh kelembutan,selembut kain sutra. Dirinya adalah batu keseimbangan. Batu keharmonisan. Batu tirai. Sebuah tirai yang melarang dua sisi bersentuhan, bagaigaris arus yang memisahkan dua lautan. Dan ia adalah barzakh. Yang menjaga rahasia; yang tidak berbagi, tidak pulabercerita. Ia mengandung kalimat. Berpuasa untuk bicara. Terkuncimulutnya, terjaga dari membuka rahasia. Berbuka puasanyaadalah bicara sang anak. Saat putra Maryam berbicara, saatitulah seisi alam ikut berbuka puasa. Terbuka pula hati yang dari hakikat sehingga seisi alam penuh dengan kilaucahaya. Ketika putra Maryam berbicara, saat itulah Maryammenjadi penuh cahaya seperti lilin yang menyala terang dimalam-malam mulia dari atas menara masjid. Ia diam, sementara sang putra bicara. Semakin terusbicara, semakin terang lilinnya berpijar. Nyala lilin itulah yang menjadikan terang keningMaryam. Adalah nyala obor. Obor Maryam, yang memancar cahayanya dalam setiaptarikan napas Jibril. Napas yang membuat setiap benda yangdisentuhnya bernyawa; menjadi hamparan taman kembali jasad yang telah mati, sembuhkembali seorang yang sakit, terbang kembali seekor burungatas izin Allah, atas takdir yang telah digariskan-Nya. Takdirpula yang telah menjadikan kening Maryam sebagai sanalah pagi bermula. Di sana pula mentari menampakkanwajahnya dan kembali lagi menyelinap setiap datang waktumalam. Kening Maryam juga sebuah peta terang yangmengantarkan setiap pejalan ke tempat tujuan, yang memberiisyarat, tanda, lambaian tangan, melawat, mendoa. Adalah bahtera waktu yang tiada henti terus berlayar darizaman yang kekal menembus hari esok yang tidak diketahuiujungnya, menapaki jalan yang terang oleh pancaran cahayalampu lautan, yang tak lain adalah terang kening Maryam. Ya, Maryam adalah terang lampu lautan. Cahaya kening Maryam seterang sorotan lampu di ketinggian menara yang tak pernah tersentuh, tak sekalipun dipadamkan oleh tangan seorang. Sebab,pancaran cahayanya adalah inayah dari Allah . Cahaya kening Maryam yang menerangkan titah takdiryang begitu pedih bagi seorang ibu. “Yaa laytani....”, demikian jerit pedihnya. “Jika aku mati, tanpa mengalami semua kejadian yangditimpakan kepadaku ini. Jika aku mati, dilupakan, tanpaseorang pun akan tahu...” Cahaya kening Maryam. Beban terberat yang pernah ada di dunia. Dalam beratnya ujian, tinggi menjulang Gunung Araratpun hanya menempel kepadanya. Demikian pula itulah punggung Maryam merunduk. Dalam cahaya keningnya, ia diitnah dengan dakwaanyang paling memalukan. Terguncang dirinya bagaikan perahutongkang dalam lautan berbadai dakwaan, “Mungkinkahsaudara putri seorang Harun berbuat senista ini?” Sebatang jarum dalam hamparan samudra. Terhempassampai ke dasar yang paling dalam. Apalah daya ia sebatangkara. Adalah Maryam dalam tempat ketika matematika danangka keluar darinya. Setiap hitungan lebih pada Maryam. Terempas ia sebagai seorang wanita, dalam kenihilanyang tak pernah bisa terhitung oleh matematika. Diitnah. Dalam dasar sumur yang terdalam. Ia didakwa dengan tuduhan yang paling pedih bagiseorang wanita. Allah telah menuliskan surat pengampunanbaginya pada seluruh alam! Maryam adalah satu senjata. Dan memang, dirinya adalah seorang yatim, sebatangkara. Lebih dari itu... ia juga menjadi ibu dan juga ayah bagiputranya. Seorang wanita yang garis takdirnya begitu beratmelebihi berat massa besi. Seorang manusia. Seorang wanita. Tak ada seorang pun yang mengusap-usap punggungnya,tak ada seorang pun yang membelai rambutnya. Yatim dia,dan juga sebatang kara... Ah! Tapi janganlah engkau bersedih karena rezeki datangdari Allah. Termasuk rezeki seorang yatim seperti Allah ada, apalah artinya berpedih hati! Tak ada kerisauan adalah saat kita tak menghadirkan Allah .Kita sendiri dari Allah dalam keramaian keinginan, harapan,harta-benda, pangkat, dan jabatan... Dan Maryam adalah muqarrib. Hamba yang dekat denganTuhannya. Seorang yang menggenggam kalimat Allah di dalamkepalan tangannya. Yang dengan itu, tak ada satu pintu punyang tak akan terbuka. Ya, terbuka semua pintu bagi seorangsahabat akrab seperti dirinya. Dan terang kening Maryam adalah tanpa pintu. Seorang hamba! Cahaya keningnya adalah setia pada perintah “Uqnut yaMaryam!” Bersujud hormatlah setiap malaikat untuk menciumterang keningnya. Terang kening yang sama sekali tidak memberi muka selain pada keridaan Allah , cahayayang menjadi tanda nur hidayah-Nya. Maryam adalah seorang yang telah tergadai. Bagaikankening hewan kurban yang diberi isyarat warna. DemikianlahMaryam, ia telah diberi tanda. Ya, Maryam adalah seorang yang telah dirias denganriasan sujud pada keningnya dan air pada tangannya. Sebagaimana mawar juga telah merias lembut bibirnya;dengan stempel bacaan doa, dengan segel lantunan zikir. Adalah sifat pemalu dalam cahaya kening karena malu. Seorang yang malu pada dirinya. Maluuntuk menjadi dirinya. Jika saja harus meminta demi dirinya,ia pun akan lebih memilih menjadi tanah yang tak Maryam. Ia adalah seorang yang terpendam, tertutup, terlarang. Ia adalah Maryam. Seorang ahli rida. Melarang diri dariterlihat. Tertutup, terlindungi dengan selimut. Begitulah, diaadalah seorang yang maksum atau terjaga. Tak pernah seorang pun mampu memintal selimutpelindungnya karena jilbabnya adalah tangga Allah yang telah menjadikan jilbabnya sebagai tanggamihrab. Adalah putih lembut kening Maryam, seputih, sehalal airsusu ibu. Terang kening Maryam, yang mengangkat ke derajatyang tinggi, yang khusus bagi hamba yang selalu memuji... Terang kening Maryam, yang telah distempel dengankalimat tauhid. -o0o- yng Slalu Terbka Tangan Maryamlah yang menuntun, mendekap,melindungi, menopang, dan meninggikan putranya. Dalamsejarah, tak ada seorang pelukis yang menggoreskan kuasnyadan menggambarkan Maryam dengan tangan tertutup atauterkepal. Seorang Maryam selalu digambarkan dengan tanganterbuka. “Tangan terbuka” adalah perjuangannya dalam kerelaanmenerima takdir yang telah digariskan kepadanya. Tanganterbuka yang digubah dalam syair dan puisi sebagai tanganpenyabar dan penyayang. Sebagai tangan yang selalu perjuangan memikul ujian menghadapi berbagaikesulitan, memegang amanah dari Allah  untuk masa depandengan kekuatan yang terhimpun dari doa. Bukanlah tangan Maryam, tangan yang berkepal,tertelungkup, dan lemah. Bukankah tangannya sebagai “perantara” yangmenggenggam “Kalam Allah”? Sebagai penggenggam yangmenggemakan Kalam Allah. Ia adalah kotak kalimat. Gelas. Lahan. Dan pembungkus kalimat... Dialah seorang ibu yang putranya adalah “kalimat” Allah. Sementara itu, putranya sendiri adalah kebaikan yangtelah dihibahkan untuk umat sekalian alam. Bukankah pada dasarnya setiap bayi yang lahir adalahkarunia dari Allah ? Sementara itu, ibundanya adalah orangyang menerangkan, menuntun ke dalam kehidupan duniaini, mendekap, serta menyelimuti untuk melindunginya darisegala marabahaya. Maryam adalah buaian bagi Isa , selimut, pakaian bagiputranya. Tegak Maryam, menuntun sang putra di atas dirinya ibarat tanah itu sendiri. Laksana seorangrendah hati yang menumbuhkan “benihnya” di dalam jiwanyasendiri. Terbuka tangan Maryam, menengadah ke langit. Tangan yang menggenggam alam langit dan bumi iniseperti kontur di antara Pencipta dengan ciptaan-Nya. Seolah-olah Rabb telah menghamparkan seisi langit dan bumi kepadaseorang ibu yang mendekap erat anaknya. Dan seorang ibu adalah faktor penting yang merekatkanmasa lalu, masa yang akan datang, dan kehidupan di masasekarang demi hormat atas terbukanya kedua tangan untukberdoa. Perekat, yang menurunkan langit mendekati bumi, yangmeninggikan bumi sejengkal dari langit. Dan Maryam adalah perantara. perantara, yang menjadi poros pusat sebagai acuandesain segala ciptaan di antara langit dan bumi. “Adalah tangan para ibu”. Tangan yang menggenggam penuh dengan tangan seorang Maryam, yang menggenggam“kalam”, yang mendekapnya, menjaga, dan menjadi tempatpertama berlindungnya. Allah  telah mengamanahkan “Kalam-Nya” kepadadekapan ibu dan kepada tangan-tangan yang relaterhadapnya. Dan Maryam, seorang ibu yang tangannya tiada henti berkerja. Meski lemah secara itrah untuk selalu bekerja, bergerak,dan melakukan sesuatu, dalam kaitannya dengan tugasmelindungi, tangan Maryam ibarat tangan petani yang sabarmerawat tanamannya. Perjuangannya untuk menumbuhkanbenihnya adalah jerih payah tangannya, cucuran keringatnyasendiri. Dan Maryam memikul kedua tugasnya, sebagai tanah danjuga sebagai petanai yang merawat tanah itu. Mungkin, karena hal inilah menjadi ibu adalah mulianamun susah. Dalam waktu yang bersamaan menjadi perawat,baik tanah maupun benihnya, melekat di dalam hal yang kontradiktif dalam ruhnya. ibu yang rendah hati, serendah tanah yangmemandang ke langit, menantikan turunnya curahan airhujan, seraya membuka dirinya di bawah hamparan menjadi ibu yang begitu gigih, meradang,menerjang, berjuang demi menghadiahkan apa yangdianugerahkan kepadanya dari langit. Ibu adalah seorang yang merobek jiwanya untukmengeluarkan Kalimat yang ada di dalam lubuk hatinya. Seorang pemikul amanah. Seorang yang menerima untuk diberikan. Yang satu dari dalam jiwanya dan yang satunya lagi daridalam sikapnya. Dua tindakan yang membubung seperti madjazir dalam kehidupan seorang ibu. Ia terima dengan penuhperasaan malu dan tertunduk apa yang telah ditiupkan malaikatsebagai takdir dari Ilahi. Putranya pun akan mengeluarkan“perkataan” dari dalam lubuk jiwanya yang akan membuathamparan dunia berubah. Maryam adalah satu namun dua. Sebagaimana dua sisidalam satu neraca. Maryam begitu piawai. Kehidupan sebagai seorang ibu telah menjadikan dirinya piawai, ahli. Mampu menjadikan malaikat kehidupannya sebagai manusia. Karena itulah ibu merupakan satu kesatuan dengananaknya. Tiada arti keberadaan dunia ini seisinya tanpakeberadaan sang anak sehingga dirinya sangat “khawatir” hal ini. Gesit, dan bertangan terbuka. Menyatudengan sang anak di sepanjang waktu. Demikianlah, Maryamtak pernah berlepas tangan dari Isa, putranya. Tak mungkin ia berlepas tangan. Dan oleh karena itulah putranya juga akan selalu diingatbersama dengan ibundanya. Berkat itu pula nama kenabianIsa adalah “Isa Ibnu Maryam”. Demikianlah tangan Maryamyang selalu terbuka, selalu menopang punggung putranya.... -o0o- Sng Dkn Bayi “Nah, orang inilah!” kata Wali Pilatus dengan suara lantangsembari tertawa. Ia memandang ke bawah dari atas balkon marmeristananya. Satu tangannya menunjuk ke arah seorangpemuda terlilit rantai yang disangka Isa. Satu tangannya lagiberganti memukul ke arah udara. Tatapannya penuh dengankemarahan. Urat-urat nadi di lehernya terlihat keluar. Dalam pandangannya, patung Raja dan Tuhan Caesar disebelah selatan tempat peribadatan istana yang didatangkandari Roma dengan menghabiskan dana besar seolah-olahbangga kepadanya sebagai seorang Pontius Pilatus, banggamendengarkan seorang Wali al-Quds yang sedang bicara. Untuk sekali lagi, sang wali menatap ke arah parapenduduk al-Quds yang berduyun-duyun memadati halamanistana dengan tatapan yang begitu sinis setengah kasihan. Jubahnya yang memanjang sampai ke lantai memaksadirinya berjalan pelan dibantu beberapa orang. Ia punberhenti di tataran pertama sebuah tangga di samping semua orang tertuju kepada seorang pemuda. orang inilah!” kata Pilatus. “Inilah orang yangmengajak kalian berbuat makar dengan berpura-pura rendahhati, berpura-pura menjadi guru rohani. Inilah sosok yangmenyebarkan itnah dan kebencian. Dia ingin memecah belah,menentang Roma dan Tuhan Caesar. Inilah orangnya!!!” Napas setiap orang seolah-olah terhenti, terpaku menatapke arah balkon. Pada saat itulah anak muda yang tubuhnya dililit rantaiitu dengan penuh susah payah dibawa ke hadapannya. Padapunggung anak muda itu melekat sehelai kain penutup yangterbuat dari bulu domba yang sering dipakai para pemudayang telah menganut agama baru. Cukup tinggi tubuh anakmuda itu. Rambutnya memanjang sampai ke yang putih tertunduk, dengan kedua tangan dankakinya terlilit rantai. Saat itulah ia dipertontonkan kepadasemua penduduk. “Orang inilah,” kata Pilatus, “yang sudah gila danmenyatakan dirinya mampu menghidupkan kembali yangsudah mati. Seorang juru sihir dan juga mata-mata yangmengembuskan kebencian kepada Roma!” Pilatus kemudian bicara dengan suara lirih, berbisik, seolahmenirukan gaya bicara para pembantu penjilatnya, “Sekarangmari kita tanya kepada orang ini! Siapakah ayahmu, wahai ruhsuci? Bisakah kamu menyebutkan nama ayahmu sendiri?” Sama sekali tidak terdegar jawaban apa-apa. “Heiii! Kami tidak bisa mendengar kamu bicara. Ceritakantentang siapa ayahmu agar semua warga Yahuda tahu, haianak yatim malang! Bicaralah!” Anak muda itu hanya terdiam tanpa menjawab barangsepatah kata. Ia terus menahan rasa sakit oleh luka yang darah sampai telinganya. Ia tak mampu untukberdiri. “Inilah orang yang kalian ikuti kata-katanya untuk berbuatmakar. Ketahuilah, sesungguhnya dia tanpa ayah, wahaiwarga Yahuda! Ibunya yang bernama Maryam juga seorangwanita pendosa yang telah diusir dari tempat ibadah yang dikatakan para tetua kalian. Oh tidak, tidak....Aku bersumpah demi Caesar, aku tidak berucap demikiantentang Maryam. Semua ini adalah apa yang telah diputuskanpada Maryam dan putranya di hadapan hukum kalian wahaibangsa Yahuda!” “Inilah orangnya!” “Coba perhatikan! Orang ini pun tidak menjawab apa yangaku katakan. Jangan sampai kalian ikut tertipu olehnya. Dirinyasendiri pun tidak tahu siapa ayahnya. Dia juga tidak tahu darahketurunan siapa yang mengalir dalam urat nadinya. Karenadia hanya diam saja tidak bisa menjelaskan siapa ayahnya,kita pun akan mendapatkan jawabannya dengan bertanyakepada darah yang sebentar lagi akan mengucur dari uratnadinya!” kata Pilatus penuh kemarahan, sampai-sampai diajuga memukul keras seorang pelayan minuman yang berdiridi sampingnya saat sedang membawa nampan. Pelayan itupun tersungkur sehingga gelas-gelas dan nampan yang dibawajatuh berserakan. Minuman keras berwarna merah darahpun tumpah membasahi tangga. Pilatus menunduk sambilmenyapu minuman keras yang membasahi tangga itu dengantangannya. Jarinya yang basah dikecap seakan-akan sedangmeminum darah sosok yang disebut Isa itu dengan berlagakseperti seekor binatang buas. begitu, kita akan tanyakan siapa ayahnya kepadadarah yang akan mengalir dari urat nadinya! Wahai HakimKaldion, segera bacakan hukumannya!” Setelah dua kali berpura-pura batuk, Kaldion mulaimembaca beberapa bait surat keputusan dalam bahasa Latinyang diambil dari dalam gulungan kotak emas. Dalam suratitu, Augustus memulai tulisannya dengan sanjungan danpernyataan setia kepada Caesaria yang memiliki kekuasaanmembawahi Mesir, Antakia, al-Quds, dan seluruh wilayahSyam. Penyebutan kesetiaannya kepada Roma ini menunjukkansebuah tantangan kepada bangsa Yahuda. Setelah kekuasaan Batlamyos atau orang-orang Yunani,semua daerah tersebut digabungkan ke dalam wilayah pasti, untuk mengatur negara bagian Timur yangsangat jauh dari pemerintahan pusat, Roma akan mengangkatseorang wali yang setia atau akan menunjuk seorang dariRoma. Sudah pasti pula kalau permasalahan paling pelik didaerah kekuasaan Timur ini adalah beragam keyakinan yangtidak sejalan dengan keyakinan Roma. Meski sebenarnya Roma tidak pernah menerapkanperlawanan terhadap keyakinan lokal setiap daerah yangberhasil mereka kuasai, dengan mapannya kekuasanpolitik dan ekonomi, lambat laun keragaman keyakinanlokal tersebut dipaksa untuk tunduk. Hal ini juga terjadipada keyakinan Tauradi yang mendominasi kebanyakanrakyat Yahuda. Awalnya, pemerintah Roma tidak langsungmemeranginya, bahkan terhadap para pendeta pun pemukaagama Roma berpura-pura menjalin hubungan yang baiksampai memberikan status politik tersendiri. pendeta Baitul Maqdis juga sebisa mungkin menjalinhubungan baik dengan Wali Roma, Pilatus. Namun, padamasa-masa terakhir ini, keadaan mereka sebagai para pendetaberada dalam kondisi yang sangat susah karena wilayah al-Quds dilanda masalah kekuarangan air. Bersamaan dengandiberlakukannya pajak yang sangat berat untuk membuatsaluran air ke dalam kota, warga mulai tidak simpati kepadapara pendeta. Terlebih dengan adanya patung besar Caesardari Roma yang didirikan di Meydan yang terletak disebelah Mabed, tempat ibadah mereka, yang telah menyulutkemarahan bangsa Yahuda. Bangsa Yahuda telah siap melakukan tempur, ibaratgranat yang telah dibuka pelatuknya. Masyarakat telah ramaimenyerukan bahwa “Membayar pajak dan menjadikan kaisaryang fana sebagai Tuhan adalah hal yang tidak benar.” Sebenarnya, pembicaraan yang santer terdengar dari mulutke mulut ini sudah sangat mengganggu pejabat Roma dan jugapendeta di Baitul Maqdis. Lebih-lebih, dengan kedatanganseorang bernama Isa ibnu Maryam, hal itu semakin menyulutkeadaan yang sudah memanas. Seorang pemuda yang menamakan dirinya “mualim” atauguru ini telah menyatakan dirinya sebagai utusan Allah. “Kita semua adalah bersaudara,” katanya. Ia bercerita tentang Ibrahim, Musa. Ia mengajak semuapenduduk untuk hanya taat kepada Allah yang Esa. Karenaajakannya inilah ia dituduh telah menghasut dan membuatpropaganda kepada masyarakat untuk berbuat makar.“Sungguh, apa yang telah dilakukan pemuda ini adalah sebuahkesalahan besar di sepanjang sejarah kehidupan Roma,” katamereka. itu pun harus dihukum. Karena telah berbuat makar kepada pemerintah, dia harusdisalib. Tiga hari sudah dari persidangan yang menghasilkankeputusan bahwa pemuda itu akan dipancang di tiang salibdengan kedua tangan dan kakinya dipaku. Setelah itu, sekujurtubuhnya akan diremukkan sampai mati. Saat Hakim Kaldion mengumumkan bahwa sidangdan vonis hukuman akan dilakukan tiga hari lagi, wargayang berkumpul menjadi ribut. Sekerumunan pemudayang mengenakan baju yang sama dengan terdakwa salingberbisik. Sementara itu, seorang wanita tua bernama Merzangussaat itu sedang menunduk dan membungkukkan badannyamelihat ke bawah dari ketinggian balkon. Ia menggeleng-gelengkan kepala melihat ke arah Kaldion dan sesekali melihatke arah si pemuda seraya dengan khusyuk memanjatkan itulah Wali Pilatus memerhatikan wanita tua itu dankemudian membisikkan sesuatu kepada para lama kemudian, dua penjaga kerajaan menuruni tanggake arah balkon untuk mendatanginya. “Hai Nenek! Nyonya Prokula memanggilmu!” kata merekaseraya menggandeng kedua lengan tangannya untuk dibawamenuju pintu istana bagian barat. -o0o- Lama sudah Nyonya Prokula menunggu Merzangus dalamtangisan penuh linangan air mata sehingga kedua matanyamembengkak. Segala cara sudah dilakukan, namun tetap tidakbisa meyakinkan Wali Pilatus yang menjadi suaminya. Baru kali Nyonya Prokula pernah bertemu dengan Isa putraMaryam yang disebut-sebut masyarakat sebagai seorangpembimbing. Pertama kali ia melihatnya saat mengobatiorang buta. Yang kedua ia mendapati Isa putra Maryam saatberdakwah kepada masyarakat untuk tidak menyembah tuhanselain Tuhan Yang Maha Esa. Sebenarnya, seseorang yang telah membuat hati Prokula tersentuh hingga luluh adalah ibunda Isa, yaitu Maryam. “Bunda Maryam,” demikianlah masyarakat menyebutnya. Tepatnya, beberapa tahun lalu, setelah dengan penuhsusah payah meyakinkan suaminya, ia akhirnya dapatmengunjungi Maryam. Ia meminta doa kepada Maryamsehingga putrinya yang bernama Dafne sembuh dari sakitparah. Hanya saja, beberapa waktu lalu Dafne jatuh dari punggungnya patah dan kemudian meninggal duniapada usia yang masih sangat muda. Remuklah hati malam ia menangis dan mengurung diri di dalam kamartanpa mau keluar. Ia juga sama sekali tidak mau bertemudengan siapa pun. Sampai-sampai Pilatus berkata, “Jika terusbegini, ia akan jadi gila.” Semenjak putrinya yang bernama Dafne sembuh, hampirdelapan tahun lamanya Nyonya Prokula taat pada ajaranMaryam. Sesekali ia mengunjungi rumahnya. Merzangussendiri adalah wanita tua yang menjadi teman dekat sekaligustempat berbagi rahasia Ibunda Maryam. Maryam sama sekali tidak pernah menginjakkankakinya ke istana. Jika berkeinginan untuk menyampaikanberita, ia akan mengutus Merzangus untuk Maryam juga menganjurkan Merzangus seseringmungkin mengunjungi istana demi memberikan dukungankepada Prokula yang menjadi satu-satunya orang di dalamistana yang beriman. Pilatus, sang suami, sangat keras kepala. Segala cara akania lakukan demi mendapatkan simpati penguasa Prokula merasa sendiri dalam kemewahan parapejabat negara yang begelimangan kenikmatan menjadi dusta baginya dan kehampaanlah yang iarasakan. Sementara itu, Pilatus mendasarkan semua penderitaanyang dialami istrinya lantaran putrinya yang bernama Dafnemeninggal dengan begitu mendadak. Karena itu pula, Pilatusmembiarkan seorang dukun bayi dari al-Quds bernamaMerzangus keluar-masuk istana dengan bebas. Meski tahu Merzangus dekat dengan Maryam, Pilatustetap menahan diri karena dialah sosok satu-satunya yang bisamenjadi pelipur lara bagi istrinya. Pilatus pun membiarkandirinya bersama istrinya. Selain itu, ia sebenarnya juga telahmenyebar mata-mata di seluruh penjuru al-Quds. Karenaseorang yang menjadi pelindung bagi rakyat yang menderita,yaitu Isa, telah berhasil ditangkap olehnya, biarlah Merzangussementara menenangkan hati istrinya. Di saat Pilatus sedang memikirkan semua ini, Merzangustelah berada di dalam kamar Prokula. Meski Prokula telah berupaya menerangkan mimpi yangdialaminya kepada sang suami, dan meski telah berupaya bahwa pemuda yang ditangkapnya hanyadengan alasan yang tidak masuk akal sebenarnya adalahutusan dan kekasih Tuhan, tetap saja ia keras kepala. Bahkan,Pilatus semakin benci, marah, serta menganggap istrinya cara penyembuhan pun sudah diusahakan. Namun,para tabib yang dipanggilnya tidak kunjung menjadi perantarabagi kesembuhan istrinya. Pilatus pun semakin marah danakan memenjarakan atau mengasingkan para tabib yangtidak bisa mengobati istrinya. Hampir tidak tersisa sudah carayang ditempuhnya untuk mengobati istrinya. Segala macamobat tumbuh-tumbuhan, sihir, dan tabib tidak mampumenyembuhkan istrinya. Hampir selama dua belas bulan terakhir ini Prokula bermimpi hal yang sama ada bulan yang tiba-tibaturun dari langit ke dalam istana, menjadikan ranjangsang suami bersimbah darah dan para malaikat yang wajahnya tidak dikenal melaknat sang suami. Sejak saat itulah Prokula terus mengurung diri tanpamau makan dan minum. Tubuhnya semakin kurus dan tidakbertenaga. Ia terus menyendiri tanpa mau bertemu selaindengan Merzangus. -o0o- Dengan penuh kesombongan, Pilatus menyapu pandanganke arah kerumunan rakyatnya yang memadati alun-alun Ia merasa semakin bangga mendengar kerumunanrakyatnya yang serempak mengelu-elukan namanya. Ah,seharusnya istrinya saat itu berada di sampingnya, bersamamerasakan kebanggaan itu. Ah Prokula! Mengapa istrinyabisa menjadi sedemikian gila sampai mau meninggalkannyademi mengikuti seseorang yang ayahnya pun tidak jelas danmengaku sebagai nabi.... -o0o- “Bagaimana keadaanmu, wahai anakku?” tanya Merzangussaat memasuki pintu. Seharusnya Prokula tidak mendengarpanggilan itu karena wajahnya tertelungkup di saat itu juga ia bangkit seraya berlari menyambutkedatangan Merzangus. Ia bersimpuh di depan kakinya. “Dia akan membunuhnya, dia akan tahu, pasti dia akan membunuh Isa, nabi kita. Ah,Ibunda! Seharusnya kita melindunginya. Seharusnya kitamenyembunyikannya secepatnya,” kata Prokula sembarimenangis sejadi-jadinya. Ibunda Merzangus juga ikut menangis. “Janganlah engkaumenangis anakku. Kita tidak boleh menangis. Pasti Tuhantelah menggariskan takdirnya untuk Isa putra Maryam. “Namun, sekarang orang-orang telah mendengar pengumuman semua pembesar kerajaandipanggil untuk menyaksikan hukumannya.” “Apakah kamu benar-benar telah menyaksikan siapa yangtelah ditangkap, anakku? Apakah benar ia adalah Nabi kita?Aku mengenal baik dirinya sejak di hari kelahirannya. Akujuga mengenal dekat ibundanya sejak sang putra dilahirkan. benar, pemuda yang ditangkap itu sangat miripdengan Nabi kita. Namun, bersabarlah sampai terkuakhakikatnya. Kita bicarakan mengenai hal ini nanti. Sekarang,kita harus segera mencari cara untuk bisa keluar istana. Waktukita hanya sebentar. Ibunda Maryam telah menunggumu. Ayo,segera bersiap-siap. Kita tidak lagi dapat tinggal lebih lama disini.” “Tapi, bagaimana mungkin aku kuat berjalan. Tubuhkusangat lemah.” “Aku akan membantumu anakku. Ayo, biar segera akuambilkan pakaianmu sembari bercerita kepadamu. Pernahkahkamu mendengar cerita hidup seorang dari Gendora bernamaMerzangus? Ah... banyak sekali hal yang sudah aku lihat, yangsudah aku alami...” Merzangus terus bercerita sambil dengan cepatmempersiapkan pakaian dan barang-barang yang bercerita mengenai masa lalunya dari satu topik ke topikyang lain yang berlalu bersama masa lalu Ibunda Maryam... Seolah-olah, apa yang diceritakan Merzangus adalahsebuah catatan harian. Sebuah catatan harian yang dia tulismengenai Ibunda Maryam... -o0o- Ksah Merangs Di antara makhluk di bawah bintang-bintang di langit,siapakah yang jauh lebih dekat kepada Allah daripada seorangyatim... Merzangus hidup sebatang kara. Tidak ada yang dia milikidi dunia ini selain langit yang memayungi dan hamparan bumiyang menjadi penyangga tempat berbaringnya. Tidak ada lagi seorang yang dapat ia panggil sebagai“saudara”, tidak pula seorang yang akan membantu danmelindunginya. Padahal, usia Merzangus baru delapan tahun. Ayah, ibu,keluarga, dan sanak saudaranya tewas dibantai para penyamunyang menjarah kampung halamannya. Untunglah, saat ituterjadi, Merzangus sedang diminta menimba air di sebuahsumur di kampung sebelah bersama teman-teman enam belas anak dan mereka menjadi yatim saat kembalike kampung tempat tinggalnya. Tak beberapa lama, datanglah sekelompok penunggangkuda dari Gendora. Merekalah yang kemudian mengumpulkananak-anak yatim ini untuk dibawa menempuh perjalanan dua sampai ke pusat kota Gendora. Pembantu wali Gendoramemerintahkan agar mereka ditempatkan sementara di pantiasuhan. Tempat sementara agar dapat mandi, menyisir rambut,dan mengganti pakaian sebelum adat diberlakukan. Pegawaikerajaan akan menyebarkan berita ke seluruh pelosok untukmengumumkan nama-nama para yatim. Jika dalam waktusepuluh hari tidak ada keluarga yang mendapatkan mereka,anak-anak yatim itu akan dibawa ke pasar budak untuk dijualkepada siapa saja yang mampu memberikan uang palingbanyak. Dua kali dalam satu tahun diadakan pesta hiburanbertepatan dengan pertengahan bulan. Para pemain musik,tukang sulap, pedagang, peliput berita, pemain teater, dankelompok sirkus berdatangan dari berbagi penjuru untukikut meramaikan pesta rakyat. Pada hari akhir pesta itulahdiadakan acara “lelang yatim”. Para anak yatim akan diberipakaian baru, dirias, dan didandani untuk dipertontonkankepada para keluarga kaya atau pengusaha yang membutuhkanpembantu. Remuk hati Merzangus mendapati kejadian yangdialaminya dalam beberapa hari terakhir ini. Dalam kurunwaktu sekejap saja ia telah sebatang kara. Tidak tersisa lagiseorang pun dari keluarganya. Demikian pula kampunghalamannya. Kini, setiap orang telah menjadi kejam dan asingdalam pandanganya. Semua orang suka memaki dan berlakukasar terhadap dirinya. Bahkan, para pengurus panti asuhanjuga tega memisahkan dirinya dari teman-teman sekampunghalamannya. Mereka membenci kebersamaan di antarasesama anak yatim. Sejak saat itulah Merzangus paham bahwadirinya tidak boleh lagi mengharapkan bantuan dan belas orang lain. Ia pun mulai berpikir bahwa keberadaannyahanya untuk mengabdi, setia kepada seseorang yang akanmenjadi tuannya. Demikianlah kisah seorang Merzangus. Seorang anakyatim yang kini kenangan terakhir akan wajah teman-temandari kampung halamannya pun sirna sudah. Semua orangdi panti asuhan tidak saling bertegur sapa satu sama mereka tidak tahu akan jatuh ke tangan siapa setelahitu? Satu-satunya hal yang mereka tahu, barang siapa bersikapburuk terhadap keluarga kaya yang telah membelinya, ia akandisiksa, dicambuk, dan dipotong lidahnya. Demikianlah apayang diceritakan para pengasuh di panti asuhan. Bahkan, jikasemakin terus nakal, ia akan disuruh untuk menjadi pengemisdi pinggir jalan! Merzangus pun kerap terbangun di keheningan malamakibat mimpi buruk yang menghantuinya. Ia terbangundengan tubuh dipenuhi keringat dingin. Seakan-akan rasasakit masih terasa menyayat ujung lidahnya karena goresanpisau yang dilakukan orang-orang yang telah menebas leherkeluarganya. Remuk sudah hati Merzangus. Beban seberat meriamseolah-olah telah menindih tubuhnya yang kecil. Atau mungkin karena dirinya adalah seorang yatimsehingga beban itu terasa sedemikian berat baginya? -o0o- “Segera hentikan acara ini!” Demikian teriak seorang cendekiawan tua bernamaZahter sembari memukul-mukulkan tongkatnya, meneroboskerumunan warga. Kedatangannya langsung mendapatperhatian karena penampilannya sangat berbeda. Janggutpanjangnya hampir sampai ke perut. Warnanya putih. Dikepalanya terlilit serban putih yang sudah lusuh dan juga putih dan lusuh memanjang hingga ke orang yang melihatnya heran seraya memberi jalandengan perasaan takut. Rupanya, begitu memasuki Gendora dari pintuBesagaclar, cendekiawan yang sudah tua ini telah mendengarberita buruk. Untuk itulah ia bergegas menuju alun-aluntempat diselenggarakannya pesta rakyat. Setelah menempuhperjalanan panjang selama tiga bulan melewati padang sahara,ia akhirnya sampai, meski di penghujung acara. Begitu mendengar berita dari penjaga pintu gerbangbahwa warga telah berduyun-duyun memadati alun-alunkota untuk menyaksikan “lelang anak-anak yatim”, pedihsekali terasa hatinya. “Jangan sampai inilah yang membuatkumeninggalkan kampung nenek moyangku untuk pergi keGendora,” katanya dengan penuh amarah. Sejak enam bulan terjadi perubahan yang tidak sewajarnyadi langit. Sebuah rasi bintang bergerak tidak pada jalursemestinya. Padahal, di usianya yang hampir seratus tahun,ia belum pernah mendapati kejadian seperti itu. Sepanjangmendalami dan mengajarkan ilmu astronomi kepada parasiswanya, tak pernah ada teori yang menunjukkan perubahanarah bintang yang sedemikian tak beraturan. setiap tempat yang dikunjunginya, selalu terdengar keras pembicaraan-pembicaraan tentang berita kelahiran seorang yatim yang akan menjadi raja mereka. Setiap orang saling bertanya kepadanya apakah “Sudahtiba waktu kedatangan seorang yang akan menjadi raja bangsaYahudi yang baru?” Sepanjang sepuluh hari terakhir, Zahter mendapat mimpiyang hampir sama. Mimpi yang memaksanya menempuhperjalanan panjang melewati padang pasir yang sebenarnyabukan hal yang mungkin ia tahan di usianya yang telah hampirmencapai seratus tahun itu. Mimpi buruk yang sama selalumenjumpainya hampir setiap hari, yang selalu membawanyake negeri para leluhur, yaitu Gendora, yang telah dimakan kobaran api itulah terdengar suara seorang yang tidakjelas rupanya. Namun, jelas terdengar di telinga apa yangdiinginkanya. “Hentikan... Segera hentikan!” -o0o- Berarti, kejadian inilah yang dimaksud dalam mimpinya... Sembari memukul-mukulkan tongkatnya ke tanah, Zahterberteriak dengan sekeras-kerasnya. “Hentikan!” “Segera hentikan lelang anak yatim ini!” pedagang budak memberi salam dengan penuhrasa hormat kepada Zahter. Sebenarnya, menurut adat yangberlaku, “lelang anak yatim” adalah hal yang lumrah. Hanyaitulah cara yang mereka lakukan agar anak yatim mendapatkanpengasuh. Jadi, ia tidak mengerti mengapa Zahter tiba-tibamarah dan meminta agar acara lelang itu segera dihentikan. Zahter lalu memandangi satu per satu anak yatim yangsedang dipertontonkan. Setiap anak yatim yang ada telahmendapati kerabat dekat maupun jauh yang akan menjadipengasuhnya. Hanya tinggal satu anak yatim yang tidakmendapati kerabatnya. Tidak ada orang yang dekat dengan Merzangus. Sesuaidengan peraturan, siapa yang mampu membayar denganjumlah uang paling banyak, ia berhak Zahter datang tepat waktu. Dengan menggantisatu keping uang emas untuk setiap tahun usianya, Zahtermemberikan delapan keping emas kepada pengasuhMerzangus. Ternyata, untuk inilah Zahter harus datang ke hatinya sudah tenang. Ia dekap erat Merzangus yangmasih kecil dengan penuh kasih-sayang. “Setelah saat ini, engkau adalah siswaku yang paling kecil,”katanya. Tibalah saatnya untuk melanjutkan perjalanan. Zahtermemberikan kotak berisi buku, pakaian, dan perbekalankepada Merzangus. Mereka berdua duduk bersama di ataspunggung unta dengan pelana yang di atasnya diberi perjalanan yang hendak mereka tempuh. Sesekali merekaberhenti untuk beristirahat dan mempersiapkan makanan. -o0o- akan pergi ke mana, Kakek?” Zahter tidak mau menjawab pertanyaan itu. Iamengalihkannya dengan bercerita hal lain. Berceritabagaimana caranya seseorang membuat rumah. Bahan apasaja yang dibutuhkan agar dinding rumahnya dapat kokoh. “Mengapa langit sedemikian luas, Kakek?” Zahter langsung mengambil tongkatnya untuk membuatgambar segitiga di atas pasir. “Coba perhatikan gambar ini. Namanya adalah bangunsegitiga. Jika dibuat garis lurus, segitiga ini akan terbagimenjadi dua bagian yang sama. Kemudian....” “Kakek, mengapa malam sedemikian lama?” Jawabannya? Lagi-lagi tidak ada... Semakin Merzangus melangkahkan kakinya, ia rasakanseolah-olah dunia ini semakin licin bergulir, semakinmengguncang jiwanya. Namun, setiap kali Merzangus merasa sedih, setiap kaliitu pula Zahter mencari cara untuk mengajarinya sesuatu. Iaajari bagaimana berhitung dan membaca. Kadang, ia berikanlembaran-lembaran suhuf Nabi Idris  yang ia bawa dariHabasyah. Atau, ia ajarkan nama-nama tumbuh-tumbuhandan mengenali berbagai rasi bintang di angkasa. Kembali Merzangus menangis. Zahter pun mencari caralain untuk membuatnya melupakan masa lalunya denganmengajari matematika, kimia, astronomi, huruf, puisi, danmenghafal nama-nama tumbuhan obat. Keduanya mengertikalau semua ini adalah cara aneh yang mereka temukan untuktetap bahagia di belantara padang sahara. demikian, tetap saja jiwa Merzangus yang masihberusia delapan tahun begitu sedih ketika teringat kembalidengan keluarganya yang tewas akibat dibantai parapenyamun. Setiap kali Merzangus menangis, Zahter hanyadapat berusaha membuatnya bahagia dengan mengajaknyabelajar, mengambar bangun ruang di atas hamparan tanahberpasir. Demikianlah kehidupan mereka berlalu di sepanjangperjalanan padang pasir yang siangnya panas menyala danmalamnya dingin membeku. “Perjalanan kita masih sangat jauh!” kata Zahter Berjalan dan terus berjalan. Meninggalkan kenangan dankepedihan jauh di belakang. Sampai saat usianya mencapai sembilan tahun, jadilahMerzangus seorang bocah yang pandai membaca danmenuliskan suhuf-suhuf Nabi Idris , menghafal danmelantukan doa dan puji-pujian yang terdapat dalam Taurat,mampu menggambar dan menganalisis peta angkasa, dapatmemacu kuda dengan kencang, bahkan mahir menggunakanpedang. Setiap orang pun terheran-heran saat melihatnya.... -o0o- Pengembaran Merangs Merzangus dan Zahter telah melanjutkan perjalananmenuju ke kota al-Quds. Genap satu setengah tahun keduanyahidup dalam perjalanan. Mereka menyusuri hamparanpadang pasir, mendaki bukit berbatu, serta menerobos kotadan kampung yang amat jauh dari kampung halamannya. Dalam kurun waktu itu, Merzangus pun menjadi terbiasadengan padang sahara. Bahkan, ketika berjalan meninggalkansuatu kota atau perkampungan menuju padang pasir,Merzangus mengira perjalanan itu menuju ke rumahnya. Dan al-Quds. Kota seperti apakah dia? Begitu kuat kota ini menarik Merzangus dan kakeknyabagaikan kutub magnet. Kembali perjalanan mengantarkan mereka padakehidupan di tengah-tengah padang pasir. Siang udara panasmembakar, sedangkan malam cuaca begitu dingin. Meski ditengah-tengah lautan pasir yang tak berujung itu Merzangustidak tahu cara menemukan arah perjalanan, Zahter yakindapat mengenalinya dengan melihat bintang-bintang di langit memerhatikan deretan gunung yang sesekali menghilangdari kejauhan. Kini, Merzangus sudah terbiasa untuk pindah dari satutempat ke tempat lain. Melakukan perjalanan jauh denganmendadak sehingga harus mengemasi barang-barangnyayang hanya diperlukan saja dengan cepat sudah bukan halyang membuatnya takut seperti waktu dulu. Dalam waktu singkat, kehidupan Merzangus memangtelah terguncang tidak keruan. Ia mendapati dirinya saat masihberada di kampung halamannya dan di panti asuhan yangsebatang kara, seperti segenggam rumput yang terombang-ambing di tengah-tengah lautan. Namun, setelah saat ini,Merzangus sudah tidak begitu kaget lagi dengan kehidupanyang akan dialaminya. Bahkan, desir embusan angin menyapupermukaan padang pasir terasa begitu menenangkan hatinya,laksana suara seseorang yang sedang bercerita kisah-kisahpurba kepadanya. Waktu tampak diam di padang pasir. Kemarin dan esokseolah bertemu dalam saat yang sama. Semua orang akandipaksa terbiasa hanya memikirkan sesaat yang sedangdialaminya. Sementara itu, Zahter ibarat pantai berair yang sejukpenuh dengan perhatian serta kasih sayang yang akan menjaditempat berlabuh setiap waktu. -o0o- “Setelah dari Damaskus, masih ada tiga persinggahan lagiyang harus kita lalui untuk sampai ke al-Quds,” kata Zahter. beberapa jam tidur dalam keheningan malamyang dingin, Zahter mengaduk-aduk makanan yang tersisadalam kantong perbekalannya. Hanya ada sisa-sisa roti keringdan beberapa helai daun salam. Zahter menyalakan memasukkan roti kering dan daun salam itu ke sebuahpanci berisi air. Merzangus memerhatikannya dari kejauhansaat Zahter mengaduk-aduk dengan sebuah kayu kering. Dengan kecepatan berjalan kaki, mereka baru akansampai ke Kampung Baharat esok hari setelah siang. Karenawaktu sudah begitu larut dan juga kelelahan, Merzangussudah bersiap-siap tidur di samping unta sembari memainkantelingganya. Zahter yang masih terjaga memerhatikanwajahnya dengan saksama. “Sungguh, dia seorang yang penyabar dan kuat,” kataZahter dalam hati. Sejak pagi, keduanya belum makan apa-apa. “Wahai Zahter! Usiamu kini telah begitu tua. Mungkinsudah dekat waktumu meninggalkan dunia ini,” kembaliZahter berkata-kata dalam hati. “Jika aku mati, bagaimana nasib anak ini, duhai dia masih anak-anak dan sebatang kara. MohonEngkau berkenan jangan mencabut nyawaku sebelummenyerahkan anak ini ke orang yang bisa dipercaya, jikamungkin ini adalah perjalanan terakhir bagiku.” “Engkau bicara dengan siapa, Kakek?” “Dengan siapa lagi? Kakek sedang bicara dengan parawanita kecil di langit untuk meramal besok cuaca akan sepertiapa?” “Kakek bicara dengan wanita-wanita kecil yang tinggal diDubburu Akbar-kah?” bangun dengan wajah penuh senyum. Iamenunjukkan bintang kutub dan gugusan rasi bintang disekitarnya. Gugusan bintang-bintang itu tampak seperticangkir kopi di mata Merzangus. Ia kemudian menunjukDubburu Akbar yang ada di sebelah utara. “Bintang-bintang di langit, sungai, dan gunung-gunung dibumiadalahanugerahyangtelahdilimpahkanolehAllahkepadakita, Merzangus. Dengan memerhatikan keberadaannya, kitadapat menentukan arah jalan,” kata Zahter. “Tapi, Kakek. Engkaulah bintang, sungai, dan gunung-gunung itu bagiku. Jika engkau tidak ada, mungkin padangpasir yang luas ini sudah lama menelanku.” “Ah padang pasir...,” kata Zahter sembari menghela napas. “Padang pasir ternyata lebih baik daripada kebanyakanmanusia. Sungguh, telah Kakek dapati begitu banyak kota,perkampungan, dan masyarakat. Mereka jauh lebih keringdaripada padang pasir. Jauh lebih terik panasnya. Jauhlebih sepi dan kering daripada padang pasir. Waktu telahrusak, Merzangus. Umat manusia telah rusak. Ajaran telahdianggap usang oleh mereka. Perjanjian diinjak-injak dansumpah dilanggar. Berkhianat pada amanah telah menjadikebiasaan. Pandangan kedua mata mereka hanya tertuju padaketamakan, keserakahan. Harta benda dikumpul-kumpulkanhingga menggunung, namun rasa hormat mereka kikis tersisa lagi belas kasihan kepada anak-anak yatim,tetangga yang tidak mampu, atau para musair. Mungkinkarena semua inilah kita sekarang berada di tengah-tengahpadang pasir untuk menyusuri jejak berita gembira yangakan Allah turunkan sebagai penawar kehidupan yang sudahmenjadi padang pasir, mengering bagaikan sungai yang sudah ada lagi airnya. Apakah kamu paham dengan semua ini,Merzangus?” “Apa yang Kakek maksudkan dengan berita gembira?” “Usia Kakek sudah tidak akan panjang lagi di dunia ini. Namun, Kakek baru akan merasa tenang setelah menyerahkan dirimu kepada keluarga Imran di kota al-Quds. Setelah itu, engkau akan melanjutkan wasiatku untukmengadakan perjalanan jauh yang telah kakek tempuhsepanjang kehidupan ini.” “Namun, aku tidak mau berpisah denganmu, Kakek!” kataMerzangus sambil menangis sesenggukan. Merzangus lalu bangkit untuk memeluk kakeknya.... Zahter pun mengambil selimut untuk melindungibadannya yang masih kecil dari udara dingin. Ia membelaiwajahnya dan memberikan bubur roti yang masih panaskepadanya. “Minumlah ini agar badanmu hangat. Setelah itu, kamubisa tidur dengan lelap.” Keesokan hari, sebelum matahari terbit, mereka sudahmelanjutkan perjalanan. Seberapa pun jarak yang dapatmereka tempuh sebelum terik matahari mulai menyengatadalah suatu keuntungan. Inilah siasat perjalanan mereka ditengah-tengah padang pasir. Begitulah keadaan dua satu berlangkah kecil dan satu lagi sudah terlalu tuasehingga langkahnya pelan. Namun, perjalanan yang dimulai 41 Tuhan. Bahkan, ia sendiri telah membenahi pakaian dan perbekalan yang telah disiapkan untuknya. Maryam juga meletakkan pita pengikat rambutnya ke dalam kantong perbekalannya, meski kemudian diambil kembali. “Aku tidak mungkin bisa mengikat rambutku sendiri dengan pita ini. Biarlah pita ini untukmu saja, Merzangus.” Sambil tersenyum, Maryam mengulurkan pita pengikat rambut itu. Merzangus pun tak kuasa menahan tangis. Ia pun menunduk untuk mendekap Maryam erat-erat selama beberapa saat. Setelah agak lama, Merzangus akhirnya sadar. “Tunggu. Biar aku rias rambutmu dengan pita ini.” Merzangus menyisiri dan membelai rambut Maryam yang hitam, panjang, berkilau, serta menyemerbakkan wangi mawar sambil melantunkan puji-pujian. -o0o- Hari itu adalah malam pertama bagi Maryam tinggal seorang diri di Baitul Maqdis. Tidak ada orang yang tahu kedatangannya selain Nabi Zakaria dan beberapa rahib. Meski tak diberi informasi, Mosye akhirnya mengetahui pula. Entah dapat bocoran dari mana. Setelah menempatkan Maryam yang masih kecil di dalam Baitul Maqdis dalam suatu ruangan di sebelah selatan, Nabi Zakaria pun meninggalkannya untuk kembali ke rumah. Sayang, semua orang tidak tahu saat Mosye bersama dengan para rahib pendukungnya telah menyusun serangkaian rencana jahat untuk menghalang-halangi Maryam menetap di Baitul Maqdis. 142Sementara itu, kedua singa dan ketiga ular milik pawang dari Magribi yang bernama Muhsin Ibni Siraj telah disita. Alasannya, pertunjukan itu tanpa izin. Dengan perintah Mosye, singa dan ular itu dimasukkan ke dalam gudang kosong di dalam Baitul Maqdis bersama gerobak dan kerangkengnya. Pada malam itu, tiga orang tak dikenal masuk ke dalam gudang tempat singa dan ular-ular itu disimpan. Mereka akan menjalankan rencana jahat kepada Maryam dengan melepaskan singa dan ular itu ke dalam kamarnya. Sebuah rencana pembunuhan yang begitu keji di hari pertama kedatangan Maryam di Baitul Maqdis. Setelah menyusupkan singa dan ular lewat pintu rahasia yang sedikit terbuka, ketiga pelaku kejahatan itu dengan cepat meninggalkan tempat. Padahal, malam itu Maryam tidak sendirian. Ia bersama dengan Zat yang mencipta dan senantiasa melindunginya. Dia tidak lain adalah Allah  yang selalu menyertainya. Allah pula yang telah membuat Maryam diterima dengan baik oleh semua orang. Atas perlindungan-Nya, singa dan ular itu bukan ancaman bagi Maryam. Mereka justru sebuah hadiah yang akan menjadi teman dekat bagi putri Imran itu. Benarlah, begitu melihat keberadaan hewan-hewan itu, Maryam langsung mendekati dan berbicara dengan mereka. “Apa kabar wahai singa! Selamat datang wahai ular sahabatku!” demikian sambut Maryam kepada mereka. 143Mendapati sambutan yang begitu hangat, kedua singa itu langsung berjalan mendekati Maryam. Singa-singa itu pun langsung bersimpuh di depan Maryam. Dengan izin Allah, keduanya mulai bercerita kepada Maryam tentang apa yang selama ini mereka rasakan. Mereka mencintai Ibni Siraj, namun sangat pedih dengan perintah melakukan berbagai adegan untuk dipertontonkan di depan orang. Keduanya selalu menanti-nantikan hari saat diberikan waktu untuk membalas perlakuan orang-orang yang mengejeknya saat rantai dilepas dari lehernya. Saat mendengarkan cerita ini, Maryam membelai kedua punggung mereka dengan tangannya yang begitu lembut penuh perhatian. Sementara itu, ketiga ular juga mendapat giliran untuk bercerita. Mereka rupanya sangat rindu dengan induknya. Mereka juga merasakan betapa sulit hidup dalam habitat dan iklim yang sangat berbeda. Belum lagi rasa bosan dan jenuh dengan keramaian manusia. Para ular itu juga bercerita tentang kisah pedih saat mereka masih kecil. Gigi taring mereka dicabut guru Ibni Siraj yang bernama Mahrengiz. Sebenarnya, ketiga ular itu bukan seperti yang disangka atau sudah tidak lagi berbisa. Jika mau, ketiga ular itu masih memiliki rahasia yang lebih berbahaya daripada bisa. Sekali cambuk dengan ujung ekornya, seseorang bisa langsung tewas. Ketiga ular itu menuturkan hal ini kepada Maryam dengan penuh kebanggaan dan rasa hormat. Maryam pun tersenyum manis dan menutup bibirnya dengan jari telunjuk. “Janganlah bersedih, wahai sahabatku! Sungguh, Allah adalah Pelindung bagi kita semua,” kata Maryam “Engkau juga jangan pernah khawatir. Kami tidak akan pernah melukaimu, wahai wanita kecil yang mulia!” kata mereka. 144“Meski kami dimasukkan ke dalam ruangan ini untuk menjebakmu, ketahuilah bahwa kami adalah makhluk yang taat kepada perintah Allah.” Mereka semua akhirnya tertidur.... Saat waktu subuh hampir tiba, Nabi Zakaria yang pertama kali membuka pintu Batul Maqdis tentu saja kaget. Maryam tampak sedang tidur lelap di antara singa dan ular. Bahkan, mereka sama sekali tidak mendengar suara keterkejutan Nabi Zakaria. Seolah-olah Allah menginginkan orang-orang menyaksikannya. Nabi Zakaria pun mengumpulkan semua petugas dan orang-orang yang menentangnya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sambil mengangkat tongkat kayunya, Zakaria  berteriak keras meminta pertanggungjawaban dari mereka. “Perbuatan macam apa ini wahai para rahib Masjid al- Aqsa yang suci? Bagaimana mungkin Anda sekalian tega melepaskan singa dan ular-ular berbisa kepada seorang anak yang telah diamanahkan kepada masjid suci ini di malam pertamanya!? Perbuatan macam apa ini, wahai para saudaraku? Maryam adalah anak yang lahir dari garis keturunan kalian juga. Ia adalah kerabat kalian sendiri. Apalagi, dia yatim piatu. Seperti inikah kalian memperlakukan seorang yang telah diamanahkan? Untuk itu, sebagai walinya, aku menginginkan segera digelar penyelidikan dan persidangan! Sejak kapan Masjid al-Aqsa telah menjadi tempat pertumpahan darah? Kalau tidak, aku akan mengambil kembali anak ini sehingga kalian tidak akan bisa menjelaskan tindak kriminal ini kepada siapa pun. Kalian pun tidak akan keluar menemui warga. Aku peringatkan kalian semua!” 145Lidah para petugas seolah-olah terkunci. Mereka hanya mampu mengatakan, “Hewan-hewan ini.... Hewan-hewan ini milik seorang pawang dari Magribi yang kami tahan kemarin siang.” Mereka pun segera menjemput Ibni Siraj untuk dibawa ke samping hewan peliharaannya. Setelah susah payah menaikkan kedua singanya yang masih tidur lelap ke atas kereta, Ibni Siraj merangkak memohon ampun dari para rahib. Ia juga bersumpah bahwa kejadian ini di luar tanggung jawabnya. Nabi Zakaria lalu menyela pembicaraan mereka. “Bukankah kedua tangan orang ini dirantai saat datang? Dikunci? Baru saja kalian yang membuka kuncinya. Sekarang, kalian menyalahkannya. Yang sebenarnya terjadi adalah kalian telah memitnah orang yang tidak bersalah!” Setelah diseret dengan paksa keluar masjid, Ibni Siraj diperingatkan untuk segera meninggalkan kota pada pagi hari itu juga. Setelah kejadian itu, Nabi Zakaria segera mengambil langkah mengamankan Maryam dengan lebih ketat. Tentu saja Maryam tidak mungkin kembali ke rumahnya. Zakaria  tidak mungkin bisa melakukannya. Maryam adalah seorang yang telah dikurbankan. Demi menunaikan janji yang telah diucapkan orangtuanya, satu-satunya cara yang dapat dilakukan Nabi Zakaria adalah melakukan langkah pengamanan dengan lebih serius. Nabi Zakaria kemudian membangun mihrab setinggi tujuh tingkat tataran tangga dengan tujuh lapis pintu di sebelah timur Baitul Maqdis. Ia dibantu keponakannya yang bernama Yusuf. Zakaria  bahkan ikut membantu mengangkat batu 146untuk fondasi. Selain Yusuf, semua orang yang mencintai Nabi Zakaria juga ikut membantu. Bahkan, di antara para rahib ada yang menghampirinya untuk membersihkan perasaan bersalah terhadap Maryam. Ketika kejadian ini sampai ke telinga al-Isya dan Merzangus, keduanya marah, meradang sejadi-jadinya. Bahkan, Nabi Zakaria harus susah-payah menenangkan keduanya. Al- Isya menangis tanpa bisa berhenti, sementara Merzangus segera mengasah pedang Zahter. Tak sabar Merzangus ingin segera memberi pelajaran kepada orang-orang yang telah berbuat jahat kepada Maryam. Lebih-lebih, saat waktu sudah menjelang tengah malam, tiba-tiba seseorang datang mengetuk pintu. Merzangus dan al-Isya pun semakin tidak bisa menenangkan diri. Dengan membawa lentera yang menyala remang-remang, Nabi Zakaria mendekat ke arah pintu seraya berseru, “ Siapa itu?” Saat itulah terdengar suara lirih dari balik pintu. “Saya, Muhsin Ibni Siraj... Muhsin Trablusi.” Nabi Zakaria belum sempat menjawab apa-apa ketika Merzangus langsung membuka pintu dengan keras sambil mengacungkan kepalan tangan ke arah wajah Ibni Siraj. “Semoga salam dan keselamatan dari Allah tercurah untuk Anda! Mohon perkenankan saya dapat menyampaikan beberapa patah kata?” kata Ibni Siraj sembari menganggukkan kepala untuk memberi salam kepada orang yang ada di dalam rumah. Udara sedingin salju. Bukankah orang ini yang baru saja telah menyebabkan Maryam dalam bahaya pembunuhan? Anehnya, dia bisa berucap salam dengan nama Allah? 147“Orang asing!” kata Nabi Zakaria. “Bukankah pagi tadi singa dan ularmu sudah hampir saja membahayakan putri kami, Maryam?” “Tuan, mohon beri saya sedikit waktu untuk menerangkan yang sebenarnya.” Al-Isya dan Merzangus tidak mengizinkan Ibni Siraj masuk ke dalam rumah. Mereka hanya mengizinkannya duduk di atas matras di pekarangan depan rumah. Setelah duduk berdua dengan Nabi Zakaria, Ibni Siraj pun merendahkan bicaranya Ia bercerita bahwa dirinya adalah putra mahkota Kerajaan Siraj yang telah diluluhlantakkan Romawi. Dia adalah pemeluk agama Hanif yang tidak menyekutukan Allah. Seorang yang tahu dan beriman pada kekuatan dan perintah Sang Pencipta. Beberapa waktu sebelum tanah kelahirannya dihancurkan Romawi, ayahnya yang saat itu menjadi raja telah mengirimkan Ibni Siraj kepada seorang guru bernama Abu Mehrengiz yang hidup di tengah-tengah hutan. Dengan cara seperti itulah ia dapat selamat dari pembantaian. Saat hidup di hutan, sang guru telah berpesan tentang kedatangan seorang nabi dan rasul di dataran al-Quds. Ketika kembali ke kampung halaman, Ibni Siraj menyaksikan semua keluarga dan penduduk kerajaan sudah tidak ada. Mereka dibantai secara massal. Itulah yang membuatnya mengembara ke penjuru dunia bersama dengan hewan-hewan yang telah didik sang guru sebagai warisan untuknya. Abu Mahrengiz memiliki garis keturunan dari ayahnya yang sampai kepada Nabi Sulaiman. Dia juga seorang ahli ilmu dan sangat luas pengalamannya. 148“Hewan-hewan ini telah dididik dengan baik,” kata Ibni Siraj. “Guruku berkata untuk memerhatikan singa dan ular-ular ini. Hewan-hewan ini akan membantuku menemukan cahaya dari Allah. Jika hewan-hewan itu menurut dan mau minum dari tangan seseorang, ketahuilah bahwa nur dari sisi Allah telah ada pada dirinya. Ketika menyaksikan mereka tidur berdampingan dengan wanita kecil itu dengan begitu tenang, saya langsung memahami yang dikatakan guru saya. Seseorang itu adalah putri kecil Anda. Tuan, mohon maafkan diri saya ini. Saya baru saja masuk al-Quds kemarin siang dan mereka langsung menangkap diri ini. Semua hewan piaraan saya juga disita. Setelah itu, saya sama sekali tidak tahu. Saya juga sama sekali tidak tahu siapa yang telah menaruhnya di sana. Namun, bagaimana mungkin hewan-hewan yang semestinya buas itu bisa berdampingan dengan putri Anda dengan begitu jinak. Sepertinya, keadaan ini membenarkan apa yang dikatakan guru saya. Seorang nabi yang akan datang ada pada Maryam putri Anda. Harap Anda mengetahui hal ini. Izinkan diri saya untuk tinggal di kota ini hanya sampai besok pagi. Saya tidak ingin pergi jauh dari tanda yang telah diturunkan ini. Saya akan pergi menuju kota Jalilah. Dari sana, saya akan melanjutkan perjalanan ke Mesir. Saya datang ke sini untuk memohon maaf kepada Anda sekeluarga. Saya pun 149ingin meninggalkan kudaku, Suwat. Kuda ini sangat terlatih. Jika suatu hari Anda sekalian harus meninggalkan kota al- Quds, semoga Suwat dapat mengantar Anda ke tempat saya berada. Tuan, semoga salam dan keselamatan dari Allah senantiasa tercurah untuk Anda!” Pembicaraan yang terjadi dengan suara lirih itu tidak dapat didengar Merzangus dan al-Isya dari dalam. Namun, Nabi Zakaria memberi isyarat untuk menyuguhkan segelas susu. Dengan berat hati, mereka pun menyiapkannya. Setelah meminum air susu yang dihidangkan, Ibni Siraj beranjak meninggalkan rumah. Sesaat sebelumnya, ia mengeluarkan sebuah kipas bulu burung merak dari dalam bajunya. Dengan suara tenang, ia menoleh ke arah Merzangus dan berkata kepadanya dalam bahasa Arab. “Aku tidak akan pernah melupakan Anda, wahai Tuan Putri,” katanya kemudian pergi. Mendengar perkataan itu, Merzangus hanya dapat berkata, “Dasar orang tidak tahu diri!” -o0o- 15017. Penerman yng Bak Maryam kini tinggal di mihrab yang dibuatkan Nabi Zakaria untuknya. Setiap membuka Baitul Maqdis pada waktu pagi dan menutupnya di waktu malam, ia mendapati Maryam sudah selesai menghafalkan semua pelajaran yang diajarkan kepadanya. Bahkan, Maryam juga telah hafal beberapa doa yang belum pernah diajarkannya sekali pun. Pada hal seperti ini, Nabi Zakaria mendapati Maryam selalu berteman dengan para malaikat. Tuhan telah menjadikan Maryam diterima. Ia telah mendidiknya layaknya sebulir biji yang baik. Dan ia juga telah menugaskan Zakaria untuk mendidiknya… Seakan menjawab kekhawatiran Hanna, Allah berirman “Aku telah menciptakannya sebagai seorang perempuan” untuk menguatkan pendiriannya, membuka jalan kepadanya. Dia pula yang telah menjaga dan menghindarkannya dari segala bahaya. Dengan kelahirannya, hati manusia menjadi lembut. Bahkan, orang-orang yang memusuhi orangtuanya pun berlomba untuk mengabdi kepadanya. 151Dialah anak yatim sekaligus piatu. Hanya bibinya yang mengulurkan tangan bantuan untuk mengasuhnya. Memang demikianlah seyogianya, hal yang dititahkan untuk kemuliannya. Orang-orang yang dahulunya memusuhi keluarganya, bahkan sampai tingkat merencanakan pembunuhan, telah berbalik begitu simpati kepadanya. Mereka ingin mengasihi, ingin menjadi orangtua asuhnya. Allah telah menitahkannya sebagai bayi yang diterima semua orang karena memang dia adalah seorang yang dipilih Allah, sosok yang diterima. Meski setiap orang berlomba-lomba untuk mengasuh dan membantunya, sejatinya Maryam tetap seorang yatim piatu. Allah adalah pelindung setiap yatim dan piatu sehingga Allah pula yang menjadi pelindung Maryam. Tidak dimungkiri bahwa Dialah Zat yang Maha Memiliki, Maha Melindungi. Zat yang paling kuat dan paling baik dalam memberi perlindungan. Demikianlah, Maryam telah bersimpuh di haribaan Allah. Demikianlah, Allah telah menjadi Zat Tunggal yang menjadi pelipur laranya. Zat yang melindungi, membimbing, membesarkan, dengan menyematkan keteguhan untuk menyongsong hari depan. Secara hakikat, Maryam bukan dalam perlindungan siapa-siapa. Allah sendiri yang mendidik dan merawat seperti sepucuk tunas saat kedua orangtuanya telah tiada. Sebagaimana tumbuhan yang akan kuat menancap ke dalam tanah, Maryam juga kuat menancap kepada Tuhannya dalam tauhid. 152Maryam pun tumbuh dalam pilihan Tuhannya, bangkit dalam pendidikan hidayah dari-Nya. Dialah tunas yang begitu mulia, bunga yang tiada duanya; yang butuh perawatan dan pemeliharaan yang hanya bisa dilakukan dengan Tangan-Nya. Sebagaimana tumbuh-tumbuhan menduduki rantai pertama dalam penciptaan, awal dalam menjadi dasar bagi beraneka ragam penciptaan, Maryam juga menjadi “landasan” pertama yang akan menjadi pijakan bagi “Firman Allah”. Saat telah tiba waktunya, ia akan memekar menjadi bunga, kemudian berbuah, seraya teguh menjadi sebatang pohon yang setia memikul buahnya. Sementara itu, Merzangus selalu berkata demikian untuk Maryam. “Dia begitu penyabar, teguh. Seorang yang lahir sebatang kara, demikian pula saat tumbuh dewasa.” Karena itulah para malaikat menjadi teman setianya. Dan hanya Allah semata tempat mencurahkan kesendirian dan kepedihan hati yang melukainya. Ia adalah pohon yang kokoh tinggi menjulang lagi banyak buahnya. Seorang nabi Allah, Zakaria, yang menjadi perawat kebunnya. Tukang kebun yang membimbing, merawat, dan juga menopangnya. -o0o- 15318. Ksah irab Mihrab yang dibangun Nabi Zakaria bersama dengan kemenakannya, Yusuf sang tukang kayu, memiliki tujuh pintu dan tujuh kunci. Di dalam mihrab berlapis tujuh pintu tujuh kunci inilah Maryam menghadap Allah seorang diri. Ada tujuh nama pintu. Pintu pertama al-Aman Dia adalah pintu awal, waktu subuh... Waktu fajar belum terbit... Saat bintang Venus belum tenggelam... Ketika burung-burung sebentar lagi akan bangun... Masa ketika semua orang lelap dalam tidur dan lekat dengan tempat tidurnya... Nabi Zakaria pun membuka ketujuh pintu dengan khusyuk berdoa. Pintu-pintu inilah gerbang utama Baitul Maqdis... Segepok kunci di tangannya. Lafaz basmalah pada lidahnya. Dengan asma Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Nabi Zakaria membuka semua pintu satu demi 154satu. Inilah bukti kehati-hatiannya. Ia laksana tukang kebun yang sedang merawat tanaman bunga-bunganya. Setelah membuka pintu dengan bacaan basmalah, Zakaria  tertegun memandangi arah asrama yang terletak di sebelah timur mihrab, tempat para santri bertempat tinggal. Suara para santri pun terdengar. Sebelum terbit fajar, sebagian santri telah mulai kembali ke asrama. Mereka adalah santri juru tulis dari segala usia. Sebagian mereka telah lelap dalam tidur. Namun, bagaimana halnya dengan Nabi Zakaria? Ia tak pernah tidur. Malam-malamnya lebih terang daripada siang hari. Nabi Zakaria sendiri dalam keheningan malam. Saat orang-orang yang berhati jahat sudah lelap, Nabi Zakaria melewatkan waktu seorang diri. Meskipun ada juga beberapa orang yang benar-benar telah ditempa jiwanya, yaitu yang setia pada ajaran tauhid, jumlah mereka sangat sedikit dibanding jumlah orang-orang jahat. Suara mereka yang baik ini pun terdengar begitu lemah dalam hiruk-pikuk kerusuhan dunia yang sedang melanda. Di luar semua orang ini, ada lebih dari empat ribu santri Nabi Zakaria. Dan di antara mereka ada seorang Maryam. Seorang yang tidak mungkin dibandingkan dengan keempat ribu santri yang telah dikurbankan di jalan Allah, baik dalam ilmu, akhlak, maupun ketakwaan, meskipun mereka semua juga berjuang dengan sekuat tenaga dan pikiran untuk menjadi yang terbaik dalam mengabdi di jalan Allah. Pada pagi menjelang fajar ini kebanyakan dari mereka sedang tidur. Nabi Zakaria, dengan jiwa seorang ayah, berjalan dengan penuh hati-hati. Ia melepaskan terompah kayunya agar tidak menimbulkan suara yang dapat mengganggu para santri itu. Ia akan berjalan pelan sampai tiba di pelataran masjid bagian dalam. Begitulah seorang Zakaria. Ia adalah 155ayah bagi semua orang. Sosok yang dengan lembut hati tidak ingin mengganggu tidur para santrinya karena waktu subuh masih beberapa saat. Apalagi, mereka baru saja menyelesaikan pelajaran yang sangat berat. Di pelataran bagian dalam masjid yang berbentuk segi empat itu ada sembilan puluh sembilan kamar kecil yang melingkari masjid di sebelah barat dan selatan. Di sinilah tempat para santri bertempat tinggal dan menimba ilmu. Sementera itu, di sebelah utara masjid terdapat ruang khusus tempat para guru agung memberikan pelajaran. Sementara itu, aula berkubah suci tempat menyimpan benda-benda peninggalan suci berada di sebelah timur. Wanita sama sekali dilarang memasukinya. Di tempat inilah benda-benda suci, seperti tempat pena, tempat tinta, kaligrai, pena yang terbuat dari berbagai jenis kayu peninggalan Nabi Sulaiman, Daud, Uzair, dan Danial, disimpan. Di sebelah timur laut terdapat perpustakaan besar yang diberi nama “Mutiara dan Marjan”. Masih terdapat ruangan-ruangan kecil di sebelah timur yang bergandengan dengan Kubah Suci, yaitu tempat ujian para haiz yang dibuka saat ujian berlangsung. Ruang ini sangat kecil dan hanya muat satu orang. Tanpa penerangan tanpa jendela. Jumlahnya mencapai empat puluh. Para santri ditempa dalam keadaan gelap dan dilarang menyalakan lentera. Siang hari hanya ditemani cahaya yang remang-remang, sementara di malam hari gelap gulita. Di atas ruang ujian yang mirip dengan bungker inilah seorang santri terpilih, seperti Maryam, tinggal selama empat puluh hari dalam satu tahun untuk menjalani ujian. 156Terdapat pula sebuah mihrab dengan ketinggian tujuh tataran tangga batu marmer. Di situlah Maryam tinggal. Selain Nabi Zakaria, tidak ada orang pun yang boleh membuka pintu mihrab. Namun, ketika Nabi Zakaria sudah begitu lemah karena usia, Yusuf sang tukang kayu sering menyertainya untuk membawa keranjang tempat makanan, pakaian, dan perlengkapan lain. Setiap masuk subuh, Nabi Zakaria selalu membuka pintu berlapis tujuh itu. Saat sore sebelum matahari tenggelam, ia kembali menguncinya dengan tujuh lapis pintu tujuh macam kunci. Dengan membaca basmalah, Nabi Zakaria membuka kunci yang pertama. “Tuhanku, semoga Engkau berkenan melimpahkan keamanan kepada kami. Lapangkanlah hati kami. Tanamkanlah rasa aman di dalam hati kami. Limpahkanlah kepadaku kemampuan dengan jerih payahku untuk melindungi anak yatim yang telah diamanahkan ini. Sungguh, ia adalah mutiara yang selalu memanjatkan zikir dalam rumah cangkangnya. Tuhanku! Engkau adalah Zat Yang Maha Mendengar lagi Mengetahui. Limpahkanlah keamanan kepada kami!” Hati Nabi Zakaria terasa pedih saat berada di depan pintu pertama ini. Ia mengingat dua sahabatnya yang telah pergi ke alam baka dengan hanya selang beberapa hari Hanna dan Imran. Kedua orangtua Maryam yang selama hidup telah menunjukkan kesetiaan yang begitu besar dalam memperjuangkan kebaikan. Dan Maryam adalah berita baik dari langit yang selalu mereka perjuangkan sampai akhir hayatnya. Maryam adalah kenangan, tanda bagi kedua 157orangtuanya, serta cahaya dan nur yang membelah kegelapan malam. Ia juga tanda bahwa kelak akan turun seorang nabi bernama Isa sang Kalamullah. Laksana sungai yang menjadi tanda bahwa lautan ada. Ya, Maryam adalah penantian harapan yang menegangkan. Penantian kebaikan yang senantiasa harus dijaga sedemikian rupa. Harus dilindungi. Lebih-lebih, ia adalah yatim. Seorang yang telah diamanahkan. Begitu terlintas soal amanah, saat itulah tubuh Zakaria yang semakin ringkih karena lanjut usia seolah-olah kian membungkuk karena berat beban amanah yang menindihnya. “Ya Tuhanku!” seru Nabi Zakaria. “Limpahkanlah rasa aman kepada kami sehingga diri ini bisa membesarkannya. Hindarkanlah diriku dari perbuatan mengkhianati, menerjang amanah ini. Berikan kekuatan pada tubuhku yang semakin ringkih. Anugerahkanlah penglihatan kepada kedua mataku yang sudah tidak mampu melihat lagi. Berilah pendengaran pada telingaku yang sudah mulai tuli ini. Curahkanlah kekuatan dan ketangkasan pada kedua tangan ini sehingga mampu bergerak cepat demi keamanan Maryam. Beri aku kesempatan untuk dapat membesarkannya di tempat yang paling aman di Rumah Suci ini sebagai tempat yang paling aman di dunia!” Pintu pertama dibuka Nabi Zakaria dengan doa keamanan. Hal ini menunjukkan bahwa Maryam adalah seorang safiyyah. Orang suci. Inilah nama Maryam pada pintu yang pertama, safiyyah... Dengan benteng pintu pertama, kehidupan Maryam terjaga dalam kesucian. Ia adalah lambang kesucian itu di balik pintu pertama ini. Sosok paling suci di antara semua kaum wanita. 158Seseorang yang telah dikurbankan. Sebagaimana semua kurban, Maryam juga merupakan media untuk mendekatkan diri kepada Allah. Dengan kesucian, kebersihan, serta perjuangan segenap jiwa dan raganya, Maryam merupakan penunjuk jalan dalam menggapai kasih sayang Allah. Maryam adalah murni dan suci. Semurni tetesan hujan, jernih tanpa imbuhan apa-apa... Yang hanya berlindung kepada Allah dari kejahatan setan yang telah diusir. Yang telah tumbuh dewasa di balik pintu pertama sebagai lambang seorang suci laksana sekuntum bunga yang penuh berkah. Yang terjaga dari segala ancaman yang bisa merusak kesucian dan kemurniannya. Seperti perhiasan mulia yang mengharuskan dijaga dan dilindungi. Perhiasan murni, sebagai karunia dari Allah... Maryam memang telah dipersiapkan. Bunda suci dan mulia yang kelak akan mengandung bayi seorang Isa. Bagaikan tempat penyimpanan yang bersih dan suci. Amanah ini tidak akan diberikan kepada jiwa yang dihinggapi rasa waswas, apalagi pengkhianatan. Begitulah, Maryam adalah yang terpelihara. Yang terjaga. Yang terlindungi... Di balik pintu pertama yang membentengi keamanannya, ia adalah yang terjaga kesuciannya... Pintu pertama menggambarkan bahwa Maryam adalah seorang manusia dari bumi yang mencapai alam malaikat di dalam mihrab. Sifat tanah yang ada pada Nabi Isa, genetik sebagai “putra dari bumi”, adalah warisan Maryam pada dimensi ini. Seandainya tidak ada dimensi tanah yang datang dari Maryam, kelahirannya yang sedemikian luar biasa tanpa 159seorang ayah akan menjadikan Isa sebagai seseorang di alam malakut. Hal itu mungkin akan mengaburkan misi dan dimensinya sebagai utusan bagi umat manusia. Padahal, Nabi Isa bukan seorang malaikat, melainkan manusia yang diutus bagi umatnya. Dalam hal ini, Maryamlah yang mengaitkannya dengan dimensi manusia. Demikianlah pintu pertama. Di depannya telah bertemu unsur-unsur keamanan, kesucian, dan tanah... Pintu kedua Keteguhan Nabi Zakaria kemudian membuka kembali pintu kedua dengan membaca basmalah. Saat itulah ia kembali teringat usianya. “Terlebih untuk mengasuh seorang anak perempuan,” katanya pada diri sendiri. Anak perempuan yang begitu lembut, yatim lagi piatu.... “Tuhanku! Berilah kepadaku usia yang panjang dan kekuatan yang cukup untuk merawat Maryam yang telah dikurbankan di jalan-Mu.” Setelah berdoa yang begitu memelas, terlintas akan hakikat air sebagai makhluk yang paling lembut dan lemah. “Tuhanku! Engkaulah yang telah memberi kekuatan pada air yang begitu lembut dan lemah untuk dapat membentuk sebuah batu. Berikanlah kepada Maryam kekuatan kesabaran dalam menyeru ke jalan-Mu, kekuatan dalam menghadapi kekerasan orang-orang yang hatinya telah membatu,” demikian doa Nabi Zakaria dalam suara lembut. “Berilah kepadanya kekuatan untuk tetap bertahan atas segala kesulitan yang akan menimpanya.” 160Menjadi orang yang dikurbankan berarti menjadi orang terpilih. Terpilih untuk melewati ujian. Ia rela dari awal untuk menghadapi segala bentuk ujian, bahkan yang paling susah sekali pun “Oleh karena itu, berikanlah perisai ketahanan kepada Maryam. Sungguh, Engkau adalah Zat yang memiliki diri kami!” Nabi Zakaria adalah seorang ahli zikir. Seorang zakir. Ahli mengingat dan mengingatkan. Nabi yang selalu berkorban, yang setiap waktunya berlalu penuh dengan panjatan doa. Siang dan malam, ia berbicara dengan Tuhannya dalam tangisan. Kembali nabi Zakaria memandangi alat pemintal bulu domba yang ada di dalam keranjang. Saat itu musim memotong bulu-bulu domba di Palestina. Dan Maryam sangat suka bermain dengan domba. Bahkan, saat kunjungannya yang terakhir, ia bertanya kepada Nabi Zakaria, “Apakah domba- dombanya masih suka lari-larian? Apakah mereka masih suka malas-malasan kalau dimasukkan ke kandang? Sungguh, aku sangat rindu bermain dengan mereka.” Saat itulah Nabi Zakaria tidak kuasa menahan tangis sehingga pada kunjungannya ke mihrab kali ini ia membawakan alat pemintal bulu domba. Bagi penduduk Palestina, seni memintal bulu domba adalah keahlian yang telah mereka dapatkan sejak lahir. Memintal benang dan membuat rajutan adalah pekerjaan yang telah diwariskan turun-temurun dari masa ke masa. Karena itu, setiap kali datang musim memotong bulu domba, seluruh wilayah Palestina akan dipenuhi suasana hari raya. Mencuci 161bulu-bulu domba di sungai Jordan serta mengurai dan menghaluskannya sebelum dipintal menjadi benang adalah aktivitas yang akan selalu diikuti semua wanita Palestina. Suatu waktu, ketika semua orang mendapat jatah mengerjakan bulu-bulu domba berwarna putih bersih, Maryam justru mendapatkan bulu-bulu domba dengan warna berbeda, abu-abu... Nabi Zakaria membawakan bulu-bulu domba berwarna abu-abu kehitaman yang sudah dibersihkan al-Isya kepada Maryam. Pada masa itu, seorang wanita mendapatkan jatah mengurai bulu-bulu domba berwarna keabu-abuan dipercaya akan melajang hingga akhir hayat. Tak heran semua wanita, baik yang sudah mencapai usia menikah maupun belum, beramai-ramai menunggu hasil undian pengerjaan jatah bulu-bulu domba. Mereka penasaran dengan warna yang akan didapatkan. Ada di antara mereka yang mendapati bulu- bulu domba berwarna putih bersih, ada juga yang mendapati berwarna abu-abu, dan bahkan merah api. Dengan perasaan gembira tanpa sedikit pun bersedih, Maryam mulai memintal bulu-bulu domba yang berwarna abu-abu. Ia mengurai bulu-bulu domba itu dengan sabar hingga menjadi benang. Begitu sabar Maryam mengurai benang- benang itu hingga menjadi sedemikian lembut. Semua orang pun heran dengan hasil benang pintalan Maryam. Mereka menyebutnya dengan “Riste-i Maryam”. Karena kelembutan dan kekuatannya, Maryam membuatnya untuk para darwis. Begitulah, Riste-i Maryam adalah kain paling lembut dan sederhana di dunia... 162Pintu kedua yang tidak lain adalah pintu keteguhan ini telah menunjukkan makna bulu-bulu domba yang telah menjadi jatah Maryam. Bulu-bulu domba berwarna abu-abu yang tidak lain adalah isyarat keperawanannya. Nama Maryam di balik pintu ini adalah “bakire”, yang berarti perawan. Di balik pintu ini Maryam adalah seorang yang tidak pernah tersentuh, tidak pernah pula terlukai. Ibarat pohon berbunga yang tumbuh berkembang di dalam mihrab, Maryam bukan seseorang yang baru mencoba belajar menapaki kehidupan. Ya, ia tidak pernah dalam tahapan mencoba atau diarahkan untuk mencoba... Sebab, ia bukan sebagaimana layaknya manusia yang menapaki kehidupan dengan proses mencoba, salah, dan baru mendapati kebenaran. Kata orang atau kata riwayat’ bukanlah kata-kata Maryam. Tidak satu pun desas-desus atau berita burung pernah meninggalkan bekas dalam pendengarannya. Dengan perisai maksum, Maryam telah dilindungi dari segala perbuatan nafsu dan dorongan batinnya sendiri. Sebagai seorang putri terpilih dari keluarganya, Maryam juga terpilih untuk kelak melahirkan seorang nabi pilihan. Karena itulah ia telah disaring dari saringan Rabbani, yang menjadikannya sebagai seorang yang tiada duanya, tiada padanannya... Dalam hal ini, pintu yang kedua tentu saja bernama “keteguhan”. Pintu yang tangguh, teguh, dan kuat melindungi serta menjaga Maryam dengan penuh kekuatan agar tetap perawan dari segala getaran dunia... 163Sementara itu, air dari dunia keemasan akan menjadikan pintu kedua semakin kokoh. Saat keteguhan dan keperawanan berjumpa dengan air di balik kokoh pintu kedua ini. Bukan tanpa makna pengaitan Nabi Zakaria dalam doanya dengan mengambil permisalan dari air. Air adalah awal kehidupan. Saat Maryam mengandung dengan tiupan ruh oleh malaikat, permisalan air pula yang digambarkan oleh Maryam pada kisah kehidupan setelahnya. Maryam ibarat khayalan yang tampak dalam permukaan air... Begitu pula dengan putranya. Ia tak lain adalah air khayalan yang Maryam lihat dalam mimpinya. Maryam ibarat bayangan di atas permukaan air sungai. Bayangan yang rela menetap di dalam air. Bayangan yang mengambang bagaikan kapal yang ikhlas mengangkut Isa. Dan memang, tetesan air mata berupa air pula. Dan ia adalah sahabat paling dekat Maryam. Bukankah air mata adalah sahabat berbagi rahasia Maryam? Siapa lagi selain air mata yang akan setia menyimpan rahasia mengenai beban yang dipikulnya, berita ditiupkan ruh kepadanya, amanah yang dikandungnya? Dia adalah pintu kokoh yang memikul beban sebagaimana kekuatannya air yang akan memikul Nabi Isa. Pintu kedua ini adalah tempat bertemu keteguhan, keperawanan, dan air.... Pintu ketiga Tempat Berlindung Diri Sejenak Nabi Zakaria menarik napas lega setelah membuka kedua pintu yang pertama dalam hati yang begitu sesak. Kembali ia akan membuka pintu ketiga dengan mengucap 164basmalah. Saat itulah, dengan anugerah Ilahi, dalam seketika hilang segala kekhawatiran yang sebelumnya menyelimuti perasaannya. Lenyap sudah semuanya dalam keluasan hati, dalam kedalaman pemahaman dan ketenangan, sehingga pintu ketiga ini sebagai kedudukan imkan dan mumkin, peluang dan kemungkinan. Bukankah penciptaan tidak lain adalah sebuah peluang dan kemungkinan? Imkan, selain merupakan peluang bagi perkembangbiakan, mengandung syarat bagi keberdetakan jantung kehidupan. Saat imkan memungkinkan sebuah kehidupan, dengan sendirinya makan tempat akan menyertainya. Demikianlah, kematian maupun kehidupan akan selalu terkait dengan tempat. Bahkan, meski ruh yang dipahami tidak mengenal “tempat”, saat diterangkan ia akan selalu dikaitkan dengan sebuah tempat. Ia dijelaskan dengan keterkaitannya pada badan, mimpi, khayalan, kubur, dan akhirat. Tempat adalah penghubung antara langit dan bumi. Dengan kata lain, ia adalah jembatan sejati, yang menuntun kita berdiri kokoh di atas air, batu, dan api. Dalam makna khusus, ia adalah badan. Saat manusia pertama diturunkan ke bumi, untuk sedikit menenangkan keterkejutan dan ketakutan, manusia menjadikanmakansebagai yang merasakan masa lalu dan masa yang akan datang berada dalam kegelapan yang begitu kelam itu telah diarahkan dalam sebuah garis koordinat tempat diturunkannya ke bumi untuk pertama kali. Makan adalah sosok yang sudah kita kenal, yang sudah kita ketahui. Yang sudah dekat dan selalu menjadi tempat bagi kita 165untuk berbagi. Tempat berteduh yang dapat dijadikan pelipur hati saat kesatuan berpecah, berpencar dalam serpihan- serpihan... Makan adalah seorang yang menyertai, yang menjadi sahabat, yang menjadi teman perjalanan. Makanat adalah jalinan lingkaran. Ia adalah mihrab yang merupakan jalinan lingkaran nisbi yang menjadi pegangan Maryam dalam kehidupannya sebagai seorang yatim lagi piatu. Tidak ada lagi tempat di dunia ini yang dapat menjadi pegangan bagi Maryam. Ia pun tidak ingin berpegangan pada dunia, yang tidak ingin menapaki dunia, yang berlari darinya untuk menyendiri. Di balik pintu ini, Maryam kasat mata. Ibarat udara, ia mudah terbang, mudah berlepas diri... Dalam pintu makanat ini, nama Maryam adalah seorang masumiyah; Dan nama dirinya adalah masumah. Agar angan dapat menerawang dan menangkap pemahaman dua dimensi paradoks antara makanat dan masumiyah dalam satu rangkaian, dalam pintu yang ketiga ini dimensi dunia yang mewakilinya adalah hawa, udara... Masumiyah yang tidak terikat dengan tempat hanya mungkin menempati media udara. Udara adalah materi paling mencakup tempat seluas-luasnya. Mulai dari benda padat, cair, hingga gas yang runtut semakin meluas secara bertahap mencakup makan dan imkan. Volume yang meluas akan semakin lembut, lentur. Semakin lentur, semakin mungkin mencakup seisi ruangan. Semakin mampu melingkupi, menyelimuti. Saat benda padat berubah menjadi gas, ia akan semakin meluas hingga terbang. Ia pun akan mampu merangkul dan mendekap seluruh isi ruangan. 166Maryam mampu mencakup, mendekap dirinya dan sekitarnya. Dan memang, Maryam yang berada di dalam mihrab, yang terisolasi dari kehidupan dunia, yang telah menapaki kedudukan ahli doa, seolah-olah telah menjadi ringan dan dengan mudah menyusup, menyelinap. Mihrab pun berlepas dari mengikatnya sehingga Maryam menapaki kemampuan untuk menyusup, menyelinap, terbang, dan membubung tinggi. Ia menyelinap dan berlepas diri seraya terbang dari jerat kekhawatiran, risau, dan penyangkalan. Dirinya seakan-akan telah menyublim, bahkan berubah menjadi cahaya sehingga ia menjadi sedemikian ringan, lembut, dan mampu bergerak bebas mengisi seluruh ruangan. Karena itulah pintu ketiga ini memberi isyarat Maryam sebagai seorang yang “mampu berlepas diri”. Berlepas diri dari jerat segala bentuk kejelekan dari dalam diri, nafsu yang menjadi perintang dan perangkap baginya. Maryam pun tetap terjaga dalam kemaksumannya. Bagi Maryam, udara yang dihirupnya adalah doa. Kata dan suaranya tiada lain adalah doa, taat, dan beribadah. Kedudukan yang terlepas dari titik koordinat ini, dari semua jeratan dan kebiasaan ini, telah mengantarkan Maryam mencapai kondisi baru dari yang baru. Tempat luar biasa dalam keterjagaannya ini khusus bagi Maryam. Ia bukanlah kunci atau tempat yang dibuat Nabi Zakaria maupun yang tersedia dalam Baitul Maqdis. Ia adalah mihrab yang telah dianugerahkan Allah sebagai karunia. Ia ibarat kepompong dari cahaya yang menyelimuti Maryam. Tempat untuk menempa serta mempersiapkan diri untuk kelak mengandung dan menjadi ibu sang Kalamullah. Demikian 167pintu ketiga ini yang juga bermakna tempat mengasingkan diri. Aroma titik yang mempertemukan antara makanat dan masumiyah dalam pintu yang ketiga adalah dari unsur asli. Aroma yang disukai Rasulullah , yang menjaga kemaksuman mihrab, yang meningkatkan ke posisi “heran” dan “terpesona”. Inilah udara nurani yang dihirup Maryam. Tempat Maryam menyatu dengan udara, pintu Makanat... Pintu keempat Ketabahan Saat mencapai pintu yang keempat, Nabi Zakaria merasakan dirinya semakin ringan, semakin kuat. Kedua tangan dan bahunya terasa lebih kuat. Ketika sampai ke pintu yang keempat ini, ia merasakan pedih kelemahan dan kepapaannya oleh usia yang telah lanjut, terlebih saat merenungi amanah di balik ketujuh pintunya. Kini, entah dari mana ia merasakan kebugaran kembali? Pintu keempat adalah pintu paling berat. Ia terbuat dari besi hadiah para pedagang asal Syam kepada Baitul Maqdis. Saking beratnya, empat ekor sapi yang menarik gerobak saat membawanya merasa kewalahan. Karena itulah ia diberi nama Hadid yang memiliki bentuk yang sangat kokoh... Ia tepat berada di tengah-tengah ketujuh pintu. Meski bebannya sangat berat, setiap kali Nabi Zakaria hendak membukanya, entah mengapa selalu saja terkuak keteguhan dan keringanan hati. Seolah-olah kelemahan karena usia yang telah lanjut hilang dalam seketika. Jadilah seorang Nabi Zakaria kembali muda. Dalam seketika, kekhawatiran soal usia atau siapa yang akan mendapat amanah menjaga 168Maryam sepeninggalnya—apalagi para rahib di Baitul Maqdis terus terpecah dalam kubu-kubu politik-telah menjadi begitu ringan bagaikan melepas sehelai kain yang dikenakannya... Sebuah pintu terbuat dari besi yang di dalamnya terdapat kekuatan tekad sekuat besi. Terdapat keteguhan sekukuh kekokohannya. Di depan pintu tengah ini terbesit kekuatan tekad bahwa yang terpenting adalah menapaki jalan dengan penuh perjuangan. Zat Yang Maha Memiliki Jalan, yang telah menitahkan ujian dalam perjalanan hidup yang berat, tentu telah memiliki rencana, baik di masa lalu, masa kini, maupun masa yang akan datang. Yang penting adalah menjalani dan terus menjalani dengan penuh kesabaran, keyakinan, dan harapan yang tiada pernah patah. Demikianlah pintu keempat. Ia laksana perahu keteguhan yang akan mengarungi lautan. Sementara itu, bagi Maryam, pintu ini adalah tanda akan sikap malunya. Karena itulah pintu tengah ini bernama Mahjubah’. Namun, tentu saja tidak sia-sia jika pintu ini diberi nama Hadid. Besi sebagai elemen yang paling kuat, sebagaimana telah disebutkan di dalam Alquran, tidak lain adalah senjata dan benteng yang paling kuat di masa itu. Ia kokoh, berat, dan tidak mungkin ditembus. Dari sisi yang lain, besi hanya bisa dilebur dengan panas api sehingga, dalam sisi dunia unsur, pintu keempat ini erat kaitannya dengan api. Panas api yang membakar besi bukan untuk melenyapkannya. Ia justru membentuk, menyusun kembali. 169Penempaan kembali untuk rela dengan ujian besar yang ditanggungnya demi mengasah diri dari ketumpulannya. Jadi, setelah dibakar dan ditempa, besi akan bangkit dalam bentuk sebilah pedang yang kuat lagi tajam... Bukankah keteguhan akan membuahkan kebangkitan dan kemuliaan yang demikian? Keteguhan dengan kekuatan untuk menghadang, menembus kesulitan, bahkan bencana sekalipun sama persis keadaannya dengan kepompong ulat sutra. Saat tiba ulat keluar dari kepompong dalam sikap malu, ia sudah menunjukkan bentuk baru sebagai seekor kupu-kupu yang indah lagi lembut. Demikian pula mengasingkan diri bagi seorang darwis. Sebagaimana pejalan suluk yang penuh dengan cobaan berat, ujian berat yang ditempuh Maryam juga akan menyempurnakan kekuatan keteguhannya. Begitulah Maryam. Satu demi satu ujian berat telah dilaluinya dengan sikap penuh malu, sehingga mengantarkannya ke posisi mulia. Dialah Maryam. Ahli hijab pemalu... Bagi Maryam, hijab berarti menginjak usia dewasa. Saat Maryam menapaki usia dewasa, ketika itu pula ia akan menurunkan hijabnya. Ia akan berbicara di balik tirai hijabnya. Namun, tirai bukanlah penghalang. Sebaliknya, tirai adalah pintu. 170Mungkin ia adalah alam barzakh. Tangga menuju ke pintu. Jarak. Isyarat. Bagi Maryam, hijab adalah jarak yang terpangkas antara dirinya dan Tuhan. Dan juga penunjuk jalan bagi setiap orang yang akan meniti jalan setelahnya. Demikianlah Maryam. Di depan pintu keteguhan ia tumbuh dalam akal, ruh, dan badannya menuju masa kesiapan menjadi seorang ibu... Dan... dia pula yang akan mengarungi jalan penuh ujian lautan api... Pintu kelima Selamat Ini adalah pintu paling tipis dari pintu-pintu yang lainnya. Jika dilihat dari penampakan luar, terlihat bukan sebuah pintu karena begitu transparan. Dengan sedikit dorongan dan atau sedikit empasan angin, pintu ini seolah-olah akan segera tersingkap dan terbuka. Sebenarnya, penampakan seperti ini menipu. Meski terlihat mudah dibuka dan ringkih, kuncinya telah dibuat khusus oleh seorang ahli dari Hayfa. Kunci buatannya itu seakan-akan sebuah teka-teki. Lubang kuncinya terbuat dari perak, sementara anak kuncinya dari emas. Saat kunci diputar ke arah timur dua kali, kunci itu tidak akan bisa ditarik. Baru setelah dimasukkan lagi kunci ke dua dengan mendorongnya ke arah utara kemudian ke barat, kunci yang pertama baru dapat digerakkan. Setelah didorong kembali ke depan, kedua kunci itu dapat ditarik ke luar secara bersamaan. Saat itulah, bersamaan dengan pintu 171terbuka, terdengar bunyi gesekan serpihan-serpihan intan yang dipasang di dalam lubang kunci. Bunyi inilah yang didengar Maryam seperti suara burung-burung beterbangan menyambut kedatangan Nabi Zakaria yang dinantikannya penuh dengan kerinduan dan kasih sayang seperti ayah kandungnya sendiri. “Duhai Paman! Seakan-akan burung-burung hudhud beterbangan. Burung-burung itu terbang untuk memberi kabar kepadaku akan kedatangan Paman,” kata Maryam saat setiap pintu mulai terbuka. Dari segi bentuk, pintu kelima yang indah dan tipis itu mungkin adalah wujud dari perasaan takjub dan kebahagiaan karena keselamatan telah dicapai. Nabi Zakaria pun memberi nama pintu ini dengan “Pintu Balqis”. Balqis adalah seorang ratu yang mendapat keselamatan setelah taat kepada Nabi Sulaiman. Dan memang, keduanya adalah hamba Allah yang taat kepada janji yang telah mereka berikan. Demikianlah, pintu ini adalah pintu keselamatan, baik bagi Maryam maupun masyarakat al-Quds. Di depan pintu ini manusia akan merasa segar, lapang dadanya. Sementara itu, wujud Maryam dalam pintu “keselamatan” ini adalah “seorang yang taat” sehingga nama pintu ini baginya adalah “riayat”, ketaatan. Pintu yang membuat Maryam sebagai seorang hamba yang menapaki derajat ketaatan, yang mendekatkan diri kepada-Nya. Berarti pula seorang yang telah mencapai rahasia keselamatan. Sepanjang taat kepada Tuhannya, kedamaian dan kelapangan akan dilimpahkan kepadanya. Dalamalamkosmos,padanannamadariintisaripembahasan ini adalah “falak”. Peredaran planet-planet dalam garis orbitnya merupakan salah satu kisah dari pintu kelima ini. 172Dalam tataran pintu kelima ini, Maryam adalah seorang hamba yang telah mencapai kematangan ruhani dalam terikat dengan Tuhannya. Ini seperti planet-planet di angkasa menjaga ikatan dan ketaatan pada garis orbit dan gravitasinya. Di depan pintu ini, kosmos terjaga keseimbangan, keharmonisan, keserasian, dan kedamaiannya. Perasaan telah mencapai keselamatan pertama-tama tumbuh dari dalam jati diri individu sehingga ia akan menggema membentuk lapisan-lapisan, lalu meluas sampai ke tengah-tengah masyarakat. Setelah itu, jagat raya akan terhubung dengan ikatan rantai saling “menghormati” dan “berlemah-lembut”. Di balik pintu ini, Maryam adalah seorang hamba yang dengan penuh kesungguhan mengikat diri kepada Tuhannya dalam posisi ketaatan. Pintu keenam Perlindungan Pintu ini terbuat dari batang pohon pinus yang terlihat begitu sederhana. Tidak ada gembok dan juga lubang kunci. Setiap orang yang melihatnya dari luar akan berpikir pintu ini tidak mungkin dapat dibuka. Ya, pintu ini tanpa bandul pengetuk, tanpa kunci, tanpa pegangan... Ia datar, tanpa gembok dan lubang kunci... Seolah-olah jalan terhenti di depan pintu itu. Seakan-akan Maryam yang berada di balik pintu itu tidak akan menyaksikan 173lagi cahaya matahari di siang hari. Ia seperti lenyap dalam sebuah dongeng, sebuah kisah. Dan ia kembali untuk sama sekali tidak pernah hidup. Begitu rapi dan rapat pintu ini menutupi. Dahaga Maryam di balik pintu yang tak berlidah ini. Ini adalah dalil dari “kesamaran” seorang Maryam. Ia ibarat kilau percikan epifanik di balik pintu ini. Dan Maryam adalah yang tak terlihat meski terlihat, yang menutup diri untuk tidak terlihat meski terlihat laksana matahari... Tirai rahasia dalam kehidupannya bahkan tidak dengan sempurna tersingkap oleh mereka yang pada tingkat yakin mengenalnya. Misi kesabaran dan keberanian selalu akan memberikan alasan pada keabsurdan akhlak ahli akhir zaman, yang wajahnya pun belum pernah terlihat. Orang- orang di dekatnya tidak dalam tataran sempurna mampu mengenalnya, sedangkan mereka yang berada jauh darinya tidak akan melihat meski mengetahuinya... Paradoks dari ketidakterlihatan Maryam dalam kondisi terlihat, atau terlihat dalam ketidakterlihatan, tidak lain adalah kelanggengannya. Di balik pintu perlindungan ini, Maryam membisikkan rahasia pencapaian keabadian dari dunia fana. Meski demikian, jejak dan gambaran dalam kehidupannya yang hakiki akan senantiasa berlanjut sepanjang masa. Pintu keenam ibarat seorang penjaga yang begitu tangguh dan kuat. Ia rela berkorban demi tidak membagi rahasia. Begitulah perlindungan dalam pintu ini. Sebagai pintu perlindungan, hanya sejengkal batas antara ada dan tiada, antara kisah dan kehidupan nyata, antara riwayat dan hakikat. 174Ya, kini di depan pintu perlindungan ini Nabi Zakaria berada dalam pengabdian mengemban amanah seorang Maryam yang yatim-piatu dan telah dikurbankan. Meski demikian, ruhnya senantiasa berada dalam kesadaran, bahkan senapas dalam panjatan doa Nabi Adam yang dititahkan menjadi manusia dan nabi pertama... Pintu ini juga merupakan kenangan. Saat kenangan dan ingatan datang sampai ke depan pintu perlindungan ini, hal seperti inilah yang selalu terjadi. Kedua tangannya tertengadah ke udara seraya bermunajat dalam uraian doa penuh linangan air mata sebagaimana doa-doa yang telah diucapkan para nabi terdahulu. Begitulah Nabi Zakaria berzikir panjang mengingat Tuhannya. Hal yang sama terjadi pada Maryam. Saat berada di balik pintu ini, ia memanjatkan doa dengan mengenang silsilah para nabi satu demi satu. Doa yang dipanjatkan Maryam dengan mengenang Nabi Adam adalah demikian “Tuhanku! Aku memohon agar Engkau berkenan menghidupkan hati ini dengan nur makrifat yang abadi. Ya Allah, ya Allah, ya arharmarrahimin! Hamba memohon dengan limpahan anugerah dan rahmat-Mu untuk menyelamatkan agama hamba dari segala bentuk kekurangan dan kerusakan, agar Engkau menjaga iman hamba sampai terhembus napas terakhir, agar diri hamba Engkau hindarkan dari kejahatan orang-orang zalim yang tidak memiliki belas kasihan, agar Engkau melimpahkan rezeki kepada diri ini yang senantiasa berusaha setia menjadi hamba-Mu, baik di dunia maupun di alam akhirat nanti. Sungguh, Engkau adalah Zat Yang Mahakuasa atas segalanya. Hanya Engkau Zat yang mampu mengabulkan doa sehingga kabulkanlah doa hamba!” 175Kemudian, Maryam menyampaikan salam kepada Nabi Nuh seraya bermunajat kepada Allah dengan munajatnya “Tuhanku Yang Maha Pengasih lagi Penyayang! Engkaulah Zat yang tiada pernah membutuhkan siapa-siapa, yang menjadi curahan semua pujian, Yang Mahaindah, tiada padanan dalam segala titah dan penciptaannya. Hamba bersaksi bahwa Engkaulah Tuhan yang terhindar dari segala sifat kurang!” Kemudian Maryam mengenang Nabi Ibrahim dengan berucap salam kepadanya seraya berzikir kepada Allah “Tuhan Yang Mahaagung lagi Perkasa, yang jauh lebih dekat daripada kedekatan ciptaan kepada-Nya. Tuhan yang telah menyelamatkan Nabi Nuh ke pantai keselamatan, yang telah menerima dan mengampuni pertobatan Nabi Adam, yang keagungannya dipuja gelap malam dan terang siang. Aku bersaksi bahwa Engkau Maha terhindar dari segala bentuk kekurangan, baik yang mungkin maupun yang tidak mungkin terlintas dalam pikiran.” Dalam rangkaian salam dan kenangan kepada para nabi terdahulu, Maryam juga mengucapkan salam kepada Nabi Ismail sambil berdoa dengan doa yang telah dipanjatkannya “Tuhanku! Engkaulah Yang Maha Mengetahui segala yang tersembunyi, bahkan dalam celah hati yang paling rahasia sekali pun. Engkaulah Yang Maha Rauf dan Rahim. Tidak ada satu hal pun di langit dan bumi yang tersembunyi bagi-Mu. Engkaulah Mahasuci! Maha Terhindar dari segala kekurangan!” Kemudian Maryam bertasbih kepada Allah dengan bacaan tasbih Nabi Ishak “Tuhanku! Engkaulah yang menghilangkan segala kekhawatiran, yang menciptakan jalan keluar bagi kesulitan dan kepedihan setiap hamba, yang senantiasa menjawab 176doa setiap hamba yang berada dalam kesulitan. Hanya Engkau Yang Maha Rahman dan Rahim, baik saat di dunia ini maupun kelak di hari akhirat. Penghambaanku semata- mata hanya terikat kepadamu. Hanya kepada-Mu pula diriku menambatkan harapan terkabulnya permintaanku. Guyurlah diriku hingga basah kuyup dengan limpahan rahmat yang akan Engkau curahkan dari sisi-Mu sehingga diriku tidak akan pernah jatuh menjadi pengemis belas kasih kepada yang selain dari diri-Mu.” Di balik pintu keenam ini pula Maryam bertasbih dengan bacaan tasbih Nabi Ayub. “Ya Allah! Tuhan yang menjadikan rasa takut dan gemetar dalam nafsu. Engkaulah Yang Mahaagung, Mahatinggi kemuliaan-Mu... Zat yang menjadi tujuan segala puji dan sanjungan... Yang menggenggam segala makhluk dengan ilmu dan rahmat-Mu. Yang Maha Tidak Berbatas. Yang tidak mungkin pernah butuh kepada siapa pun. Yang menghindarkan bala dan bencana kepada setiap hamba yang Engkau cintai! Aku menyucikan-Mu dari segala kekurangan dan kejelekan.” Kemudian, Maryam memanjatkan tasbih dengan lantunan tasbih Nabi Saleh. “Duhai Sultan para sultan yang tiada padanan bagi- Mu. Yang Mahamutlak memiliki kemuliaan. Yang Maha Mengetahui segala yang telah dan akan terjadi. Yang Maha Memiliki dan tidak ada satu hal pun yang tersembunyi bagi-Mu! Engkaulah Yang Mahasuci, Yang Maha Terhindar selamanya dari segala kejelekan dan kekurangan!” Kemudian, Maryam memanjatkan doa sebagaimana yang telah dipanjatkan Nabi Yunus saat berada dalam perut ikan 177“Tuhanku! Engkaulah Yang Mahasuci dari segala kelemahan, kekurangan, kebutuhan, dan keharusan! Engkaulah satu-satunya Zat Yang Maha Memberi Hukum. Yang Maha Mencipta makhluk-Nya dengan tanpa kekurangan. Yang Mahakuasa dan kuat atas segalanya. Yang menjadi tujuan segala puji dan sanjungan. Engkau Maha Mengetahui semua hakikat karena Engkaulah Hakikat Utama. Yang Maha Mempersempit dan juga Maha Melapangkan sesuai dengan kehendak-Mu. Engkau pula yang menganugerahi amal kebaikan kepada hamba-hamba-Mu!” Kemudian, Maryam mencurahkan isi hatinya dengan munajat Nabi Yakup “Tuhanku yang menjadi tumpuan harapanku. Janganlah Engkau biarkan diriku jatuh dalam keadaan putus asa. Duhai Allah! Engkau berlari membantu setiap hamba yang memohon bantuan. Ulurkan tangan-Mu kepada hambamu ini yang papa dan tidak memiliki siapa-siapa! Tuhanku yang tidak akan pernah menampik hamba-Mu yang dengan penuh pertobatan mendekatkan diri kepada-Mu. Kabulkanlah pertobatan hamba ini yang tidak memiliki satu pun pintu selain dari pintu-Mu! Maryam kembali berdoa dengan ucapan yang telah dipanjatkan Nabi Yusuf kepada Allah “Tuhanku! Engkaulah yang Maha Menjawab setiap jerit permohonan, yang membantu setiap hamba yang butuh pertolongan, yang menghilangkan kesedihan yang diderita setiap Engkau Maha Melihat dan Mengetahui keadaan diriku ini yang tampak jelas dalam penglihatan-Mu. Tunjukilah jalan keluar kepadaku dan berikanlah kekuatan untuk mengikutinya!” 178Akhirnya, Maryam menyelesaikan munajatnya dengan doa Nabi Musa “Tuhanku yang sama sekali tidak pernah berbuat kezaliman di jagat raya ini, yang dengan kemuliaan-Nya semakin lebih dekat dari kedekatan makhluk itu sendiri, yang dengan kedekatan itu menjadikan Engkau Mahamulia, Zat yang takhta-Mu tiada berbatas, yang tak berbatas pula dalam kekayaan-Mu. Engkaulah Tuhanku, Zat Yang Mahasuci dan terhindar dari segala kekurangan. Duhai Allah! La haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim. Jika ada Zat yang memiliki perbendaharaan tak terbatas sebagai tempat aku memohon, itu tidak lain adalah diri-Mu. Segala puji dan syukur hanyalah untuk-Mu. Dan aku pun memuji-Mu, mengutarakan segala kebutuhanku. Duhai Allah! Jadikanlah kebaikan para musuh terlihat di antara dua mata dan kejahatannya terinjak di bawah kaki. Duhai Allah. Hanyalah dengan bantuan-Mu diriku dapat menangkal kejahatan para musuh yang jahat. Untuk itulah diriku memohon bantuan dari sisi keagungan-Mu; berlindung dalam kodrat dan kekuasaan-Mu. Tuhanku! Dengan keagungan-Mu Engkau telah menitahkan alam Arsy menjadi seimbang. Tiada seorang hamba pun yang mampu menandingi kemampuan-Mu, tidak mungkin. Engkaulah Yang Mahaagung dalam kemuliaan. 179Tiada Tuhan selain diri-Mu! Engkaulah Yang Maha Mengetahui segalanya. Dan Muhammad  adalah utusan-Mu. Dialah Allah Yang Maha Halim dan Karim. Pemilik Arsy. Hanya kepada-Nya segala puji dan syukur semua makhluk senantiasa dipanjatkan, karena Dialah Tuhan seluruh alam.” Pintu keenam yang merupakan perlindungan juga merupakan pintu zikir, pintu tempat mengingat dan mencurahkan segala isi hati. Dia ibarat stalaktit yang memanjang ke angkasa. Saat pintu ini terbuka, hal itu tidak lain berarti terbukanya ruh yang khusyuk, hati yang berserah meluapkan isinya. Saat cinta telah merekah di dalam hati, ia tentu ingin mengungkapkan isinya. Seperti buih susu yang berubah menjadi krim, yang ingin menunjukkan wujud asli dari apa yang ada di dalamnya, yang ingin memuji, mengigau menyebut nama kekasihnya… Inilah hal yang terjadi di pintu keenam. Nabi Zakaria pun meluapkan cinta yang begitu besar kepada Allah sehingga air mata mengalir dari wajahnya, membanjiri semua tempat di depan pintu ini. Sampai-sampai, linangan air mata itu bergerak membuka pintu… Pintu ini akan terbuka karena hal yang terjadi dari perlindungan, zikir, dan doa-doa… Pintu keenam tak lain menggambarkan keluasan Maryam. Seorang yang memiliki dimensi lain, alam yang lain, warna yang lain, dan juga bahasa lisan yang lain. 180Seorang yang berzikir kepada Tuhannya dengan bahasa dari berbagai tingkatan alam, seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan. Di balik pintu inilah Maryam berzikir kepada Tuhannya dengan semua bahasa. Laksana pelangi di angkasa. Terpancar darinya bahasa setiap lisan makhluk dalam zikrullah… “Jika engkau ingin menyaksikan hakikat yang tinggi ini secara lebih dekat, hampirilah lautan yang berombak angin topan. Tanyakan kepada perut bumi yang mengguncangkan isinya. Tanyakan apa maksud perkataannya. Tentu engkau akan mendengarnya melantukan lafaz Ya Jalil, Ya Aziz, Ya Jabbar’. Kemudian, tanyakan pada makhluk-makhluk kecil yang berada di dasar lautan dan di hamparan daratan yang mendapati rahmat dan kasih sayang-Nya. Apa kata kalian?’ Engkau pun pasti akan mendengar jawaban dari mereka Ya Jamil, Ya Rahim’. Dan dengarkanlah langit! Bagaimana ia akan mengatakan Ya Jalilu Zuljamal’. Tanyakan pula kepada bumi yang juga akan menjawah Ya Jamilu Zuljamal’. Demikian pula dengan hewan-hewan yang akan berucap Ya Rahman, Ya Razzak, Ya Rahim, Ya Karim, Ya Latif, Ya Atuf, Ya Musawwir, Ya Munawwir, Ya Muhsin, Ya Muzayyin.” Sementara itu, di balik pintu ini Maryam yang berzikir dengan lidah semua makhluk berada dalam kedudukan “berserah diri” sehingga nama pintu yang sesuai baginya adalah as-Salimah, yang berarti seseorang yang telah berserah diri, yang mencapai posisi salim. Yang ruhnya telah mencapai kedamaian dan kelapangan. Begitulah seorang Maryam di balik pintu ini. Pintu keenam yang menjadi tempat untuk menguak jati diri dan kelebihan Maryam ini telah menunjukkan bahwa wanita itu adalah seorang yang terpilih; yang dilindungi, dijaga, dan diasuh dengan penuh perhatian. 181Pintu ini pada waktu yang sama juga menggambarkan benteng yang kokoh dan luar biasa. Benteng yang disebut hasn-i hasin, yang merupakan perlindungan berlapis. Hasin berarti yang tidak akan mungkin ditembus atau dicapai karena begitu kokoh dan tangguh, sementara hasn-i hasin berarti benteng perlindungan yang kokoh. Kata masun yang berarti melindungi, membentengi, berasal dari suku kata yang sama. Namun, benteng itu bagi Maryam bukan datang dari diri sendiri. Ia hadir dari Tuhannya Yang Maha Melindungi. Begitulah Maryam menjadi seorang yang terlindungi dari segala nafsu amarah, kejahatan setan dan manusia, serta musuh yang selalu menebar itnah dan perangkap. Tuhannya telah mengabulkan doa perlidungannya. Doa, ibadah, dan pendekatan diri kepada Allah adalah kedudukan pintu keenam. Dengan ketaatan, ibadah, dan doa, Allah telah menjadi tempat berserah diri. Allah juga menjadi wakil, sahabat, dan penolong bagi Maryam. Bahkan, Allah telah menjadi sebaik-baik pelindung. Yang melindungi Maryam dari sifat-sifat tercela, seperti kesombongan, keangkuhan, riya, ujub, nifak, dan juga dari segala kejelekan dan marabahaya. Allah telah mengambil Maryam dalam perlindungan-Nya dengan penghambaannya yang sempurna dan kedekatannya kepada Tuhannya. 182Maryam laksana gugusan pelangi di angkasa yang memancarkan warna-warna panjatan doa dan zikir sehingga mencapai kedamaian dan perlindungan. Pintu yang ketujuh Rahasia Pintu rahasia adalah tirai yang menyelimuti Maryam meskipun pintu ini yang membuka dirinya kepada kita. Dalam pintu ini, nama yang tercantum bagi Maryam adalah “sirriyat” sehingga di balik pintu ini Maryam adalah seorang yang mendapati nama “sirriyah”. Namun, mengenai hal ini kita tidak mampu menulis banyak. Karena tirai tertutup dan terpisah. Karena di balik pintu ini Maryam telah mencapai kesempurnaan. Ia telah mencapai kedudukan rahasia. Posisi yang berada di atas semua nama. Karena ia adalah rahasia dari rahasia, yang setiap pena pun seolah-olah tumpul untuk menuliskannya. Patah, tercerai-berai... Bahkan, ia hanya mampu ditenangkan dengan lafaz La ilaha illa-llah, Muhammad Rasulullah’. -o0o- 18319. Mlht Malakt Hari berganti minggu, bulan, dan tahun. Musim pun bergerak. Kini, Maryam telah berusia enam belas. Ia memang seorang remaja. Namun, dalam hal ketaatan dan kesabaran, Maryam telah menjadi seorang azizah yang menjadi kekasih masyarakat. Sementara itu, Merzangus telah menginjak usia tiga puluh. Ia tetap tidak menikah demi mengabdikan diri membantu keluarga Zakaria . Al-Isya masih belum dikaruniai anak meski usianya lima puluh tahun lebih, sementara suaminya, Zakaria , berusia sekitar delapan puluh tahun. Suatu hari, di sela-sela makan malam, Zakaria  bercerita tentang seorang pemuda berpakaian serbaputih yang ia lihat pada suatu malam. “Aku sama sekali belum pernah melihatnya di antara para ahli tulis dan santri pembina. Sungguh sempurna perawakannya. Tubuhnya agak tinggi. Pundaknya lebar. Panjang dan hitam rambutnya, basah mengilap. Pakaiannya sutra serba putih sehingga terlihat menyala dalam kegelapan 184malam. Baunya harum semerbak. Saking harumnya, aku mengenalinya pertama-tama dari bau itu. Begitu tercium, aku selalu mendapatinya dari kejauhan pasti sedang sedang berdoa atau salat. Namun, begitu aku mulai berjalan cepat mendekatinya, entah mengapa terjadi sesuatu sehingga ia pun menghilang dari pandanganku. Aku sendiri tidak tahu apakah kejadian itu adalah ilusi atau karena pikiranku terganggu oleh faktor usia yang telah lanjut....” Saat mengulurkan segelas berisi penuh air putih, al-Isya berkata sambil tersenyum, “Mungkin dia malaikat.” Mereka pun tidak lagi memperbincangkan masalah ini. Kini, mereka sudah tidak lagi seperti dahulu yang begitu khawatir dengan keselamatan Maryam. Apalagi, para sesepuh Baitul Maqdis dan masyarakat begitu mencintai Maryam. Seisi kota al-Quds telah jatuh hati kepadanya. Apalagi, empat ribu haiz dan santri tidak mampu menyaingi kualitas Maryam. Jika Merzangus dan al-Isya tidak dihitung, di al-Quds tidak lagi ada wanita yang bisa membaca dan menulis selain Maryam. Maryam pun telah menjadi santri yang sangat pintar dalam menulis hattat. Meski tidaklah mungkin bisa dibandingkan dengan para santri lain, karyanya yang sangat indah itu tidak bisa dipertunjukkan di Sahra Suci lantaran dirinya seorang wanita. Karya Maryam hanya boleh ditunjukkan di kelas santri yang masih kecil sebagai contoh bagi mereka. Lain dengan santri hattat pada umumnya, pena hattat milik Maryam berwarna merah tua. Pena ini adalah pemberian khusus Nabi Zakaria. Pena ini tidak pernah dicampur dengan pena-pena yang lain ketika semua pena harus kembali dikumpulkan menjelang malam. Pena Maryam secara khusus disimpan di tempat khusus yang terbuat dari kayu besi. 185Pernah, suatu hari pena milik Maryam hilang. Mosye lalu dengan sengaja mengambil kesempatan itu dengan meminta Maryam menulis hattat dengan pena yang lain. Maryam memang tidak pernah menulis dengan pena lain. Inilah yang dimanfaatkan Mosye untuk menguji kesangsiannya pada kemampuan Maryam. “Kalau benar dia seorang yang memiliki bakat lebih dari yang lain, silakan menulis di depan umum. Kita akan lihat hasilnya,” kata Mosye kepada semua orang. Terjadilah kembali peristiwa yang sangat luar biasa. Setiap kali Maryam mengambil pena yang tersedia, pena itu selalu pecah dan terbelah menjadi dua. Mosye pun sangat senang. Ia tertawa terbahak-bahak di depan umum. “Bagaimana mungkin dirinya seorang hattat. Lihat saja, setiap pena yang dipegangnya patah, terbelah menjadi dua. Mungkinkah tangannya terlalu berat seperti besi?” demikian Mosye mengejek Maryam di depan umum. Pada hari itu, Maryam terus mengambil pena satu demi satu sampai tidak tersisa lagi pena yang tidak patah. Orang-orang pun terus menertawakannya, mengejek dan menggunjingnya. Sepanjang hari itu, tumpukan pena yang patah seolah-olah telah menggunung. Ustaz Efraimzad lalu datang membantu Maryam. “Cukup! Cukuplah. Berhentilah menulis Anakku. Aku yakin ada hikmah di balik kejadian ini. Tidak mungkin setiap 186pena yang diambilnya akan patah seperti ini. Kira-kira apakah sebabnya?” “Semenjak kecil saya selalu berdoa kepada Allah, wahai Ustaz Efraimzad, agar Allah tidak pernah memperkenankan tanganku menyentuh barang haram,” kata Maryam lirih. Mendengar kata-kata itu Mosye langsung berdiri seraya berbicara dengan suara keras. “Jadi, maksudmu adalah seorang wanita haram untuk membaca dan menulis. Itukah yang engkau maksudkan Maryam?” Maryam hanya tertunduk. “Bukan, yang haram bukan membaca dan menulis bagi wanita. Yang haram adalah hak orang-orang yang telah bekerja dengan jerih payah dan keringat tapi belum juga dibayar.” “Apa! Coba dengarkan yang dikatakan anak ini! Anak kecil ini ternyata ingin memberi nasihat dan pelajaran kepada kita. Di sini adalah Baitul Maqdis wahai wanita kecil. Jagalah sopan santun! Sekarang katakan, keringat siapa yang selama ini hak- haknya belum dibayar? Semua itu tidak lain cerita bual belaka. Ah, para wanita! Mereka hanya pembuat gosip. Ketahuilah bahwa wajah setiap wanita seperti dirimu ini selalu diperalat oleh setan.” “Saya tidak menyalahkan siapa-siapa, Tuan. Saya hanya menyampaikan apa yang saya dapati sebagai anak kecil.” “Cukup dan diam! Berhentilah menyalahkan orang lain. Sekarang akui saja kalau tulisan pada papan kaligrai yang dipajang di kelas-kelas itu bukan engkau yang tulis. Jika benar engkau bisa menulis hattat, pastilah semua ini tidak akan terjadi. Namun, pada hari ini semuanya telah terbukti. Engkau sama sekali tidak bisa menulis. Untuk menutupi 187ketidakmampuanmu, engkau dengan sengaja mematahkan semua penanya. Ya sudahlah, sekarang biar saya tunjukkan bagaimana cara menulis hattat dengan baik.” Di antara gemuruh tertawa, ada tujuh pembina yang sudah siap sedia bersimpuh untuk memerhatikan bagaimana cara menulis hattat dengan baik. Mereka juga sudah menyiapkan kain putih di atas sebuah meja untuk ditulis. Sayang, tidak ada satu pena pun yang tersisa. “Ternyata Maryam tidak menyisakan satu pena yang tidak patah, Ustaz Efraimzad. Mohon Anda perintahkan beberapa petugas untuk segera membeli pena yang baru. Lihat, semua orang sudah menunggu untuk menyaksikan bagaimana menulis yang benar.” Ustaz Efraimzad segera memanggil beberapa orang untuk segera membeli pena dari toko yang biasanya memasok pena untuk Baitul Maqdis. Namun, beberapa orang yang dipanggilnya itu justru hanya berdiam diri. Mereka tidak langsung berlari untuk segera membeli pena. Hal itu mereka lakukan karena pihak toko sudah tidak mau lagi memberikan peralatan tulis disebabkan utang yang telah menumpuk. “Apa!?” seru Mosye dengan suara lantang berpura-pura. “Semua ini adalah bentuk penentangan dan penghinaan terhadap tempat ibadah kita yang mulia!” “Bukan!” kata Ustaz Efraimzad dengan suara keras sembari mengusap-usap jenggot panjangnya yang sudah memutih. “Semua ini tidak lain adalah doa yang dipanjatkan Maryam semenjak kecil. Dia telah memohon kepada Tuhan agar tangannya dijaga dari barang yang haram”. 188“Karena semua pena ini belum dibayar, ia masuk dalam hukum yang haram. Karena itulah Maryam tidak bisa menggunakan satu pun dari pena-pena itu. Masih jugakah Anda sekalian tidak memahami hal ini? Yang salah adalah kita semua. Jika saja selama ini kita lebih berhati-hati dan memberikan hak setiap orang sebelum keringatnya mengering... Di antara kita, hanya Maryam yang memahami kalau pena-pena itu di dapat dari cara yang tidak halal.” Demikianlah, peristiwa ini telah menjadi saksi. Setiap usaha yang ingin menjelekkan Maryam akan balik menimpa si pembuatnya sehingga harus menanggung rasa malu yang besar. -o0o- Dengan pedang terhunus, Merzangus seakan-akan sedang memeragakan aktivitas menulis di atas udara seraya berbicara dengan kudanya, Suwat. “Suwat! Engkau tahu bahwa di al-Quds wanita hanya boleh menulis di udara hamparan pasir padang sahara,” kata Merzangus seraya menurunkan pedangnya dari udara untuk menuliskan nama Suwat di atas pasir. “Lihat! Aku menuliskan namamu di atas pasir. Jangan engkau ceritakan kepada siapa pun aku bisa membaca dan menulis. Engkau mengerti bukan!?” Suwat seolah-olah memahami kata-kata Merzangus. Kuda itu pun menggerak-gerakkan kepalanya, meringkik, dan melompat-lompat. Merzangus sangat senang. Ia lalu mengeluarkan potongan-potongan wortel dari sebuah kantong untuk diberikan kepada Suwat. 189“Karena pena terlarang bagi wanita, kita pun akan menggunakan pedang sebagai gantinya. Bukankah demikian Suwat?” tanya Merzangus seraya memasukkan kembali pedangnya yang bernama Ridwan ke dalam sarungnya yang masih tergantung di pinggangnya. Ia pun kemudian melompat ke punggung kuda itu. Suwat pun segera berlari sekencang- kencangnya. “Sungguh, aku iri kepada Merzangus,” kata al-Isya ketika melihat Merzangus memacu kudanya sambil melemparkan tombak ke arah yang jauh. “Ia telah mengabdikan diri seutuhnya kepada keluarga ini. Selama bertahun-tahun, ia melatih diri dan bekerja keras untuk keamanan Maryam. Ia juga tidak menikah. Ia tidak ingin kerja kerasnya berkurang dengan memiliki anak. Pekerjaan apa pun yang bisa dikerjakan laki-laki juga bisa dikerjakan Merzangus. Dialah anak laki-laki dan juga perempuan dari keluarga ini. Naik kuda, menyandang pedang, menjelajah gunung, menyusuri lembah dan hutan, berburu, dan memotong kayu. Iri dan terenyuh sekali hati ini melihat dirinya.” -o0o- Ketika Maryam sudah menginjak usia tujuh belas, kota al-Quds dilanda paceklik dan wabah penyakit. Terjadilah migrasi besar-besaran dan kematian massal. Bahkan, kondisi ini membuat Zakaria  kesulitan mendapatkan pekerja. Padahal, ia sangat butuh karena usianya sudah lanjut. Hujan tidak pernah turun. Tumbuh-tumbuhan mengering. Daun-daun di pohon-pohon zaitun pun ikut meranggas. Tak pelak, Merzangus bersama dengan para sahabat Zahter, yaitu 190Ham, Sam, dan Yafes, bekerja keras membantu kebutuhan hidup Zakaria. Yusuf sang tukang kayu juga bekerja dari pagi sampai sore di tempat pengerjaan kayu milik Zakaria. Hanya dengan kebersamaan dan persahabatan yang tulus seperti inilah kehidupan dapat ditopang. Al-Isya dan Merzangus bagaikan jarum jam yang tidak pernah berhenti bekerja untuk mengatur serta mencukupi kebutuhan makan dan pakaian Maryam. Sementara itu, Nabi Zakaria ditemani kemenakannya, Yusuf, telah membuat jadwal untuk membawa segala kebutuhan Maryam yang telah disiapkan. Suatu hari, ketika Zakaria  mengunjungi Maryam di mihrab, ia dikagetkan dengan nampan berisi buah- buahan yang masih ditutupi kain putih. Nabi Zakaria pun segera bertanya asal buah-buahan itu. Apalagi, jenisnya bukan yang bisa didapatkan atau dihadiahkan oleh orang-orang yang ada di sekitar masjid. Dalam kondisi kekeringan dan paceklik saat itu, kebanyakan orang hanya mampu makan dengan sebutir zaitun dan roti kering. “Wahai Maryam, dari manakah makanan ini?” tanya Zakaria . “Makanan ini datang dari sisi Allah. Jika menghendaki, Allah akan mampu melimpahkan rezeki yang tak terbatas,” jawab Maryam seraya membuka kain penutup buah-buahan itu dan menyuguhkannya kepada Nabi Zakaria yang telah ia anggap seperti ayah kandungnya sendiri. 191